Muncul dugaan ada upaya YIP untuk mengelabui pembayaran agar terlihat lunas. Namun menurut Panewu (Camat) Piyungan, Roy Robert Edison Bonai, ketika itu terjadi kesalahpahaman. Roy yang mengaku diberi tugas mengecek rekening untuk memastikan uang transferan dari YIP benar-benar terkirim dan sampai, menjelaskan pihak YIP ketika itu hanya mencantumkan nama YIP pada form nama pengirim. Bukan disebutkan lengkap, Yogyakarta Isti Parama.
“Mungkin dari singkatan itu, pihak bank tidak mau mengambil risiko (kiriman tertahan untuk memastikan YIP adalah pengirim yang dimaksud). Terlepas ada unsur (dugaan mengelabui) itu, saya tidak tahu. Sekitar 40 menitan baru ada uang masuk ke rekening desa,” ungkap Roy saat bertemu Tim Kolaborasi di kantor kalurahan Srimulyo, Kamis (27/5/2021).
Beberapa dukuh yang sibuk memperbaiki drainase juga memantau hasil pertemuan melalui gawai. Usai Wajiran mengabarkan YIP telah mentransfer uang pembayaran Rp2,9 miliar ke rekening Srimulyo, para dukuh kembali membuka akses jalan.
Namun kesepakatan antara dua belah pihak desa dan YIP masih terus dibahas, meskipun sudah ada pembayaran. Rencananya ada pembahasan addendum (perubahan) perjanjian luas tanah desa yang disewa oleh YIP yang semula 105 hektare menjadi 85 hektare.
Baca Juga:Dua Pekan Beroperasi di Balai Kota Yogyakarta, Mobil Vaksin Imunisasi 50 Orang Per Hari
Menunggak sewa berdasar SK Gubernur
Direktur YIP Eddy Margo Ghozali menyewa 105 hektare tanah desa Srimulyo sejak 2015. Lahan itu menjadi kawasan industri Piyungan (KIP) yang ditetapkan Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X dengan Surat Izin Gubernur Nomor 143/3440 tanggal 8 Desember 2000 tentang Izin Penggunaan Tanah Kas Desa Desa Sitimulyo dan Srimulyo Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Sejak pertama kali YIP beroperasi pada 2015, pabrik kerajinan tersebut membayar sewa lahan dengan lancar kepada Srimulyo pada 2015-2017. YIP membayar kesepakatan harga tanah sebesar Rp24 juta per meter dengan kenaikan harga lima persen per tahun.
Lurah Srimulyo Wajiran tak menampik, pembayaran uang sewa tanah desa dari YIP pada tiga tahun pertama (2015-2017) turut serta melancarkan pembangunan desa, termasuk hak yang diterima tiap perangkat kalurahan dan para dukuh. Mengingat 105 hektare lahan (pembulatan dari 105,1299 hektare) yang digunakan KIP tak hanya terdiri dari tanah kas desa 23,9529 hektare. Ada juga tanah pelungguh (tanah dikelola pamong desa) 70,775 hektare dan tanah pangarem-arem (tanah yang dikelola mantan pamong desa) 10,402 hektare.
![Salah satu bangunan pabrik kerajinan tangan, PT Yogyakarta Isti Parama (YIP) yang menggunakan tanah desa dan sempat bermasalah dengan Pemdes Srimulyo yang terletak di Kapanewon Piyungan, Bantul, Rabu (18/8/2021). [tim Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/20/61328-pt-yip.jpg)
Namun selama 2018-2020, pembayaran terhitung Rp8 miliar itu macet hingga menjadi persoalan panjang. Desa merugi karena banyak perencanaan pembangunan desa yang tersendat. Wajiran mengungkapkan, realisasi APBDes selama 2019-2020 hanya 58 persen. Sisa 42 persen untuk kegiatan pemerintahan kalurahan, termasuk pengembangan ekonomi dan SDM, terhenti.
Baca Juga:Wamenkumham Berharap Tahun Ini Kantor Imigrasi Yogyakarta Dapat WBBM
“Jika berdasarkan perjanjian ya angkanya Rp8 miliar. Kami sudah sering mengirim undangan dan surat penagihan. Namun tetap saja tidak mau melunasi. Alasannya YIP menuntut pemda membangun fasilitas semuanya. Selain itu minta perubahan harga, harga sewa diturunkan. Padahal harga tanah itu naik terus,” jelas dia. Tiga surat peringatan (SP) dilayangkan kepada YIP.