Direktur YIP Eddy Margo Ghozali menyewa 105 hektare tanah desa Srimulyo sejak 2015. Lahan itu menjadi kawasan industri Piyungan (KIP) yang ditetapkan Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X dengan Surat Izin Gubernur Nomor 143/3440 tanggal 8 Desember 2000 tentang Izin Penggunaan Tanah Kas Desa Desa Sitimulyo dan Srimulyo Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Sejak pertama kali YIP beroperasi pada 2015, pabrik kerajinan tersebut membayar sewa lahan dengan lancar kepada Srimulyo pada 2015-2017. YIP membayar kesepakatan harga tanah sebesar Rp24 juta per meter dengan kenaikan harga lima persen per tahun.
Lurah Srimulyo Wajiran tak menampik, pembayaran uang sewa tanah desa dari YIP pada tiga tahun pertama (2015-2017) turut serta melancarkan pembangunan desa, termasuk hak yang diterima tiap perangkat kalurahan dan para dukuh. Mengingat 105 hektare lahan (pembulatan dari 105,1299 hektare) yang digunakan KIP tak hanya terdiri dari tanah kas desa 23,9529 hektare. Ada juga tanah pelungguh (tanah dikelola pamong desa) 70,775 hektare dan tanah pangarem-arem (tanah yang dikelola mantan pamong desa) 10,402 hektare.
![Salah satu bangunan pabrik kerajinan tangan, PT Yogyakarta Isti Parama (YIP) yang menggunakan tanah desa dan sempat bermasalah dengan Pemdes Srimulyo yang terletak di Kapanewon Piyungan, Bantul, Rabu (18/8/2021). [tim Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/20/61328-pt-yip.jpg)
Namun selama 2018-2020, pembayaran terhitung Rp8 miliar itu macet hingga menjadi persoalan panjang. Desa merugi karena banyak perencanaan pembangunan desa yang tersendat. Wajiran mengungkapkan, realisasi APBDes selama 2019-2020 hanya 58 persen. Sisa 42 persen untuk kegiatan pemerintahan kalurahan, termasuk pengembangan ekonomi dan SDM, terhenti.
Baca Juga:Dua Pekan Beroperasi di Balai Kota Yogyakarta, Mobil Vaksin Imunisasi 50 Orang Per Hari
“Jika berdasarkan perjanjian ya angkanya Rp8 miliar. Kami sudah sering mengirim undangan dan surat penagihan. Namun tetap saja tidak mau melunasi. Alasannya YIP menuntut pemda membangun fasilitas semuanya. Selain itu minta perubahan harga, harga sewa diturunkan. Padahal harga tanah itu naik terus,” jelas dia. Tiga surat peringatan (SP) dilayangkan kepada YIP.
Sultan yang mengetahui persoalan tersebut, kemudian memanggil kedua belah pihak sekitar Desember 2020 lalu. Konflik tersebut menjadi perhatian Sultan yang tak ingin ada persoalan panjang. Apalagi YIP berencana membawa masalah ini ke meja hijau.
Menurut Sekretaris Kalurahan Srimulyo, Nurjayanto, pertemuan pertama penyelesaian masalah itu dihadiri Sultan dan Pemkab Bantul. Anak kedua Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono juga hadir dalam satu ruangan. Rapat dibuka Sultan dengan pernyataan, bahwa dia tak ingin kasus ini berpindah meja. Artinya, tak perlu sampai masuk ke ranah hukum, meski YIP bersikukuh ingin menyelesaikan di meja hijau. Sultan juga menyatakan masalah ini tak ada keterkaitan dengan keraton dan keluarganya.
“Saya awalnya sempat bingung mengapa pernyataan itu muncul pertama kali. Karena fokus kami persoalan sewa, kami tak begitu menggubris pernyataan tersebut. Intinya Gubernur waktu itu ingin persoalannya bisa selesai di sini,” terang Nurjayanto kepada tim kolaborasi di ruang kerjanya, Senin (10/5/2021).
Gubernur juga mengambil kebijakan agar dilakukan penghitungan tunggakan pembayaran sewa tiga tahun lebih itu. Inspektorat DIY diterjunkan untuk menghitung luas tanah desa Srimulyo yang secara faktual digunakan oleh YIP. Hasilnya, YIP hanya perlu membayar senilai Rp2,9 miliar dari yang seharusnya berdasarkan perjanjian 2015, yaitu Rp8 miliar. Keputusan Sultan tak bisa ditolak pihak kalurahan.
Baca Juga:Wamenkumham Berharap Tahun Ini Kantor Imigrasi Yogyakarta Dapat WBBM
“Ya, akhirnya kami menerima saja dengan jumlah itu, daripada tidak ada yang kami terima. Sebenarnya cukup disayangkan,” ujar Nurjayanto.
Berdasarkan salinan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Inspektorat DIY Nomor X.700/49/PM/2020 yang terbit pada 26 Oktober 2020 yang dimiliki Srimulyo, Direktur PT Yogyakarta Isti Parama (YIP), Eddy Margo Ghozali tak bersedia membayar sewa lahan karena ada perbedaan penggunaan lahan yang telah disepakati. Dia mengharapkan adanya addendum atau perubahan perjanjian sewa atas dasar tiga Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY.
Pertama, SK Gubernur DIY Nomor 69/KEP/2018 tentang Perubahan atas Surat Izin Gubernur DIY No. 143/3440 tanggal 8 Desember 2020 tentang Penggunaan Tanah Kas Desa seluas 56,3642 hektare. Ini dianggap ada perbedaan penggunaan lahan.
Kedua, SK Gubernur DIY Nomor 25/IZ/2018 tentang Perubahan atas SK Gubernur DIY Nomor 84/IZ/2015, 29 Desember 2015 tentang pemberian izin ke Pemdes Srimulyo dalam menyewakan Tanah Kas Desa ke PT YIP. SK itu membuat lahan yang sebelumnya dipakai industri di Srimulyo berubah dari 49,2262 hektare menjadi 37,9867 hektare.
Ketiga, Gubernur DIY yang memberikan izin ke PT YIP mengelola tanah untuk kawasan wisata. Berdasar SK Gubernur DIY Nomor 26/IZ/2018 tertanggal 27 Februari 2018, PT YIP mengelola tanah seluas 10,5943 hektare.
Dalam laporan itu, PT YIP enggan melakukan pembayaran sejak Februari 2018. Sehingga PT YIP hanya melanjutkan pemanfaatan tanah seluas 6,1344 hektare. Dengan demikian pihaknya akan membayar sewa usai addendum itu diterbitkan.