Suara Senyap Orang-orang yang Hidup dengan Stempel PKI Bagian 2 (Habis)

Pipit merupakan satu diantara sekian ribu generasi kedua yang mewarisi stempel PKI dari keluarganya.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 01 Oktober 2021 | 11:08 WIB
Suara Senyap Orang-orang yang Hidup dengan Stempel PKI Bagian 2 (Habis)
Film G30SPKI [Youtube]

SuaraJogja.id - Mewarisi stempel keluarga yang dituding terkait gerakan PKI, membuat Pipit Ambarmirah sempat mendapat perlakuan yang kurang baik di tengah lingkungannya.

Kepada SuaraJogja.id, Pipit mulanya tidak langsung dijelaskan atau diberitahu tentang masa lalu kedua orang tuanya. Melainkan hanya mengandalkan pelajaran sejarah di sekolah laiknya anak-anak lain seusianya.

"Jadinya sempat mengalami masa-masa membenci, tidak bisa menerima keadaan. Karena kan memang sejak dari SD sampai SMA pelajarannya sama tentang betapa kejamnya PKI dan peristiwa 65 pembunuhan 7 Jenderal itu tok, dipikiranku juga sama," ucapnya. 

Ketika itu, Pipit yang masih polos duduk di bangku SMP. Ia mendengar cerita dari guru Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang sekarang mungkin lebih dikenal dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Baca Juga:Alasan TVRI Tak Tayangkan Film Pengkhianatan G30S PKI

Gurunya bercerita tentang dipecatnya seorang seorang anak di SMA Taruna Nusantara karena ternyata kakek dan neneknya dulu dianggap terlibat gerakan terlarang atau PKI.

[beritabali.com/ilustrasi: gede hartawan/Siswa SMP Sudah Ikut Berpolitik di 1964]
[beritabali.com/ilustrasi: gede hartawan/Siswa SMP Sudah Ikut Berpolitik di 1964]

"Itu aku SMP dan itu aku enggak tahu, aku belum tahu tentang latar belakang bapak ibu," katanya.

Ternyata cerita pemecatan salah satu seorang anak di sekolah dulu sangat membekas bagi perempuan kelahiran 1981 ini. Bagaimana tidak, peristiwa itu kemudian justru menjadi salah satu bahan pelajaran PMP yang ia terima.

Gurunya bercerita tentang akibat dari kesalahan orang tua yang bersangkutan atau bahkan keluarganya ditanggung semua oleh keturunannya. 

"Aku sampai merasa kasihan dengan anak itu. Padahal aku di posisi yang sama begitu. Itu kan belum menyadari. Jadi ironis," sebutnya.

Baca Juga:1 Oktober 2021, Hari Kesaktian Pancasila atau Hari Lahir Pancasila? Cek Bedanya di Sini

Menjalani Momen Paling Gelap

Diungkapkan Pipit, sebenarnya sebelum lulus SMP ia sangat ingin untuk masuk ke SMA Taruna Nusantara. Ia menganggap waktu itu jika bisa masuk ke SMA Taruna Nusantara masa depannya terjamin.

"Bisa dapat beasiswa, ada asrama, tegas gitu kan pikiran kebanyakan anak yang waktu itu memang seperti itu bahwa jadi idola itu adalah seperti tentara, itu sebelum sadar. Itu ya masa masa-masa gelap menurutku jadinya karena belum tahu itu," terangnya.

Pipit mulai tahu sedikit demi sedikit masa lalu orang tuanya ketika masuk SMA. Bukan dari kedua orang tuanya langsung melainkan dari cerita teman-teman bapak dan ibunya yang sering datang ke rumah.

Termasuk juga ia mendengar cerita tentang penahanan bapak ibunya. Namun saat itu ia belum bertanya secara langsung kepada kedua orangnya untuk memastikan kebenaran itu.

Kenangan mata pelajaran PMP di SMP itu kemudian muncul kembali. Dulu yang ia merasa iba dengan anak yang kisahnya dijadikan bahan pelajaran, kini Pipit sendiri yang mulai sadar bahwa kondisnya tidak jauh berbeda dari cerita itu 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak