SuaraJogja.id - Publik belum lama ini diramaikan dengan pernyataan Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengenai ada penyusupan pendukung PKI di korps TNI. Menyusul pembongkaran tiga patung di Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad beberapa waktu lalu.
Dalam pernyataannya Gatot juga menyebut patung-patung Soeharto saat ini sudah tidak ada wujudnya lagi. Namun tudingan itu tidak sepenuhnya benar.
Contohnya saja yang berada di Monumen Jogja Kembali (Monjali) yang berlokasi Ngaglik, Sleman. Di museum itu masih ada sejumlah patung Soeharto yang terawat dengan baik.
Manager Operasional Monjali Nanang Dwi Narto menjelaskan patung-patung Soeharto memang masih ada di dalam beberapa diorama di museum itu. Walaupun memang saat Pak Harto belum menjabat sebagai presiden RI.
Baca Juga:Soal Tudingan Gatot Nurmantyo, Ketum PKB: Sudahlah, PKI Masa Lalu!
Selain itu beberapa patung Soeharto itu tidak berdiri sendiri saja. Melainkan masih bersama sosok lain seperti Presiden Soekarno hingga Jendral Soedirman yang tergabung dalam sebuah diorama.
"Kita tidak milik tokoh satu saja tapi milik tokoh TNI dan masyarakat yang terlibat di serangan umum 1 Maret 1949. Itu gambaran gotong-royong antara TNI dan rakyat waktu itu," kata Nanang kepada awak media, Minggu (3/10/2021).
Jika khusus pada sosok Soeharto, kata Nanang, setidaknya ada tiga patung yang muncul dalam tiga diorama berbeda dari total 10 diorama di Monjali. Saat itu Soeharto masih berpangkat Letnal Kolonel (Letkol).
Ia menyebut bahwa patung-patung yang berada di dalam diorama itu juga dibuat seukuran manusia. Ceritanya sendiri menggambarkan peristiwa awal saat pasukan Belanda menyerbu Maguwoharjo, Sleman hingga ditutup dengan upcara peringatan kemerdekaan Indonesia di Gedung Agung, Yogyakarta.
"Total ada 10 adegan dari peristiwa Belanda menyerbu Maguwo hingga HUT RI ke 4 di Gedung Agung," tuturnya.
Baca Juga:Goreng Isu PKI, Gatot Nurmantyo Dicolek Istana: Tidak Terlalu Arif dari Seorang Pak Gatot
Lebih lanjut, dijelaskan Nanang, patung Pak Harto itu pertama muncul pada diorama ke lima. Saat itu dikisahkan Letkol Soeharto tengah melakukan konsolidasi dan pembentukan sektor-sektor pertahanan di Desa Ngotho, Bantul tepatnya pada September 1948.
Saat itu Komandan Brigade X Letkol Soeharto bersama staf yang terdiri dari Mayor Reksosiswo, Letnan Soedibjo, dan Letnan Soegiono berada di Markas Ngotho yang saat itu diperkirakan berjarak kurang lebih 5 kilometer dari Kota Yogyakarta.
"Itu saat konsolidasi untuk merencanakan serangan umum dan gambaran itu persis saat Pak Harto bermarkas di Ngotho, Bantul," terangnya.
Selanjutnya, Soeharto kembali muncul tepatnya pada diorama ke delapan. Saat itu Pak Harto tampak mendampingi Sri Sultan Hamengku Buwono IX saat penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta.
Ada pula dalam diorama itu Wakil Kepala Polisi Negara Seomarto, KRT. Honggowongso, Mayor Sardjono dan Anggota UNCI (United Nations Commission for Indonesia) atau yang disebut Komisi PBB untuk Indonesia.
"Kemunculan (Pak Harto) kedua, ada pada diorama nomer 8 tepatnya pelepasan tentara Belanda setelah serangan umum, yang di situ Belanda harus hengkang dari Yogyakarta," ujarnya.
Terakhir atau patung Soeharto yang ke tiga terdapat pada diorama ke sembilan. Kali ini sosok Pak Harto ikut terlibat dalam penyambutan Panglima Besar Jenderal Sudirman saag kembali ke Yogyakarta.
Dalam diorama ini diceritakan Nanang, berlokasi di Ruang Tamu Istana Kepresidenan Yogyakarta. Saat itu terdapat pula Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta, dan Kolonel TB Simatupang.
"Saat itu Presiden, Wakil Presiden dan pimpinan negara lainnya menyambut Jendral Soedirman ke Yogyakarta setelah bergirlya selama 7 bulan di Gedung Agung. Ada juga Pak Harto ikut menerima kedatangan itu," ucapnya.
Nanang menyebut bahwa total koleksi museum sendiri mencapai 1.433 koleksi. Sedangkan yang khusus berkaitan dengan sosok Soeharto hanya berjumlah sepertiga saja dari keseluruhan koleksi.
Ribuan koleksi itu mulai dari foto-foto, senjata, tandu, meja, kursi, arsip, fragmen, baju pejuang hingga senjata. Terkhusus diorama sendiri dibangun dalam masa pembangunan Monjali.
"Kalau untuk diorama patung-patung itu dibangun saat masa pembangunan Monjali, antara 1985-1989. Dulu yang membuat patung-patung ini Gunarso dan dibantu mahasiswa ISI," tandasnya.