SuaraJogja.id - Masyarakat tidak perlu repot-repot untuk mencari keberadaan patung-patung Soeharto yang sempat diklaim musnah oleh Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Mereka yang warga asli maupun yang sedang berlibur ke Yogyakarta bisa langsung menuju ke Museum HM Soeharto yang berada di Argomulyo, Sedayu, Bantul. Di sana mereka akan belajar banyak sejarah khususnya tentang sosok presiden kedua Republik Indonesia itu.
SuaraJogja.id, yang berkesempatan mengunjungi museum tersebut, langsung disambut oleh patung Soeharto yang berdiri gagah di halaman depan. Patung itu berdiri di samping sang Saka Merah Putih yang masih berkibar tinggi.
Kepala Museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto Gatot Nugroho menuturkan bahwa patung yang berada di halaman depan museum itu miliki tinggi kurang lebih 3 meter. Tepat di belakang patung juga terdapat sebuah bangunan joglo yang dapat digunakan berbagai macam kegiatan.
Baca Juga:Tidak Sepenuhnya Musnah, Ini Koleksi Patung-patung Soeharto di Monumen Jogja Kembali
"Patung itu berdiri bersamaan dengan museum ini, terbuat dari perunggu setinggi 3 meter dibuat dulu oleh seniman dari Kasihan, Bantul," kata Gatot saat dihubungi awak media, Minggu (3/10/2021).
Gatot menceritakan. Museum Memorial HM Soeharto ini dibangun pada pertengahan tahun 2012 silam dan akhirnya diresmikan pada 8 Juni 2013 yang bertepatan dengan hari lahir Soeharto.
Museum ini didirikan oleh adik Soeharto, Almarhum Probosutedjo. Sebagai wujud cinta kasih dari seorang adik kepada kakaknya.
"Sebagai wujud dharma bakti seorang adik kepada kakak tercinta karena kakak tercinta pernah berjuang untuk bangsa dan negara ini. Pernah membangun, memimpin negeri ini dengan segara kelebihan dan kekurangnnya," ujarnya.
Tidak hanya patung yang berdiri gagah di halaman depan saja. Melainkan terdapat berbagai koleksi yang berkaitan dengan Soeharto di museum seluas 3.620 meter persegi ini.
Baca Juga:Sejarah Hari Kesaktian Pancasila
Berjalan memasuki pendopo atau joglo di belakang patung tadi, pengunjung akan kembali disambut oleh patung torso Soeharto dengan pose hormat di sudut ruangan. Di sampingnya ada buku-buku edukasi sejarah yang tersusun rapi di dalam rak.
"Kalau koleksi ratusan ada selain patung. Ada juga koleksi alami seperti rumah dan sumur. Ada pula diorama, juga dokumen-dokumen. Hampir di atas 500 koleksi dengan berbagai macam bentuk," terangnya.
Terkait koleksi alami, lanjut Gatot, memang museum ini dibangun di tempat kelahiran Soeharto sendiri. Dulu tanah yang saat ini dimanfaatkan menjadi museum ini merupakan tanah milik sang Kakek Buyut Notosudiro.
Kemudian diturunkan kepada Atmosudiro atau dikenal juga sebagai ayah dari R.R. Sukirah yang merupakan ibu dari Soeharto. Maka dari itu, koleksi-koleksi alami yang ada di museum ini pun terasa begitu spesial sebab masih ada hingga saat ini.
Di tempat itu juga masih ada sumur yang disebutkan Gatot sudah ada sejak Soeharto lahir hingga saat ini. Bahkan sumur itu juga masih bisa dimanfaatkan sebab airnya yang jernih.
"Itu selalu kami pelihara, biasanya sekarang digunakan untuk wudhu di mushola kami. Memang koleksi-koleksi itu jadi bagian dari sejarah. Seorang sosok anak desa, anak petani sederhana, berjuang hingga akhrinya ditugaskan memimpin negeri," paparnya.
Gatot menyampaikan ratusan koleksi yang ada di dalam musem itu bisa dilihat ketika memasuki ruangan di samping joglo itu. Pengunjung akan diajak seolah memasuki lorong waktu dengan instalasi film perjalanan Pak Harto.
Terdapat foto-foto hingga film pendek dari Soeharto yang bisa dilihat di dalamnya. Ada pula arsip lain yakni berbagai diorama dengan kisah perjalanan sejarah Soeharto sejak lahir hingga menghembuskan napas terakhirnya.
Banyak kisah dan peristiwa, kata Gatot, mulai dari karier militer, lalu naik hingga ke ranah politik hingga masuk ke era kepresidenan. Semuanya tersimpan rapi di dalam museum yang dimiliki keluarga Soeharto tersebut.
"Jadi seperti namanya memorial. Semacam memori sejarah perjalanan Pak Harto dari lahir, ketika beliau berjuang, memimpin sampai beliau meninggal. Kita menyampaikan berdasarkan data-data arsip nasional yang jelas," tuturnya.
Gatot menyampaikan berdirinya museum Soeharto ini tidak lepas dari keteguhan Probosutedjo memegang filosofi jawa yakni mikul dhuwur mendhem jero. Atau dapat dimaknai dengan mengangkat kebaikan orang tinggi-tinggi dan menyembunyikan keburukan orang sedalam-dalamnya.
"Kedua jas merah, jangan melupakan sejarah. Bagaimana pun bangsa ini menjadi bangsa sekarang ini karena perjalanan sejarah panjang pendahulu. Mereka bersama-sama membangun negeri ini berjuang untuk merdeka kemudian membangun negeri ini," ungkapnya.
Namun kondisi pandemi Covid-19 membuat museum Soeharto di Bantul ini belum bisa dikunjungi seperti biasa. Pengelola masih akan menunggu aturan selanjutnya dari pemerintah terkait pembukaan kembali museum yang penuh dengan nilai sejarah itu.