Solar Bersubsidi di Gunungkidul Langka, Sejumlah Angkutan Terpaksa Berhenti Narik

Langkanya solar bersubsidi berdampak pada antrean panjang di sejumlah SPBU di Gunungkidul

Galih Priatmojo
Minggu, 17 Oktober 2021 | 15:58 WIB
Solar Bersubsidi di Gunungkidul Langka, Sejumlah Angkutan Terpaksa Berhenti Narik
Suasana SPBU di Sambipitu Gunungkidu, Minggu (17/10/2021). [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Solar bersubsidi alias Bio solar mulai sulit ditemukan di Kabupaten Gunungkidul. Sejumlah pengusaha angkutan barang dan penumpang di Kabupaten Gunungkidul, mengeluhkan pembatasan pembelian bahan bakar jenis solar bersubsidi. 

Antrean panjang mewarnai sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) setiap pagi. Menjelang siang antrean angkutan yang berbahan bakar Bio Solar semakin sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Alasannya, SPBU sudah tidak memiliki stok lagi. 

Salah seorang pengusaha angkutan barang asal Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo. Rusmanto mengaku sudah mulai sulit mendapatkan solar bersubsidi sejak sebulan terakhir. Semua SPBU di Gunungkidul  membatasi pembelian Bio Solar.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya (kiri) memeriksa suhu udara tangki BBM ketika meninjau Pangkalan BBM Pertamina di Tarakan, Kaltara, Sabtu (22/11).
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya (kiri) memeriksa suhu udara tangki BBM ketika meninjau Pangkalan BBM Pertamina di Tarakan, Kaltara, Sabtu (22/11).

"Pertengahan bulan lalu itu dibatasi Rp250 ribu per armada. Sekarang malah sudah Rp150 ribu per unit,"ungkap Rusmanto, Minggu (17/10/2021).

Baca Juga:Sosok "Dewa Penolong" Korban Pinjol di Gunungkidul, Tak Jadi Buntung dan Justru Untung

Pembatasan pembelian solar bersubsidi tersebut tentu sangat menyusahkan pengusaha angkutan terutama angkutan barang seperti dirinya. Karena waktu mereka terbuang untuk antri di SPBU. Di mana sekali jalan mereka hanya melakukan pengisian satu kali, namun saat ini bahkan harus berhenti di SPBU 3 kali.

Ketika antre pun mereka belum tentu mendapatkan jatah sehingga terpaksa tidak bisa meneruskan perjalanan hingga pasokan Bio Solar datang kembali. Hal ini tentu membuat repot para awak armada angkutan barang ataupun angkutan umum

Hal senada juga disampaikan oleh sopir angkutan umum Jogja-Wonosari, Heri. Pria asal Banguntapan Bantul ini mengaku pembatasan solar bersubsidi ini tentu sangat mengganggu operasional mereka. Karena mereka tidak bisa beroperasi penuh.

"Lha kalau siang sudah tidak ada bio solar. Mau bagaimana lagi, ya berhenti narik,"ujar Heri.

Karena kepepet, kadangkala mereka terpaksa membeli solar nonsubsidi, Dexlite. Hal ini tentu membuat mereka merugi, karena harga Dexlite jauh lebih tinggi dibanding Bio Solar. Padahal tarif mereka kepada penumpang ataupun pelanggan masih tetap sama.

Baca Juga:Oknum Guru Ngaji Cabul di Gunungkidul Ternyata Juga Buka Praktik Pengobatan Alternatif

"Kalau Bio Solar cuma Rp 5.150 perliter. Dexlite bisa dua kali lipat Rp 10.200 perliter. Ya kami buntung,"keluhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak