SuaraJogja.id - Mendagri Tito Karnavian secara khusus bertemu Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (01/11/2021). Dalam pertemuan ini, Sultan meminta kejelasan terkait usulan 1 Maret ditetapkan sebagai hari besar nasional Penegakan Kedaulatan Negara.
Usulan ini sudah disampaikan Pemda sejak 2018 lalu melalui Surat Nomor 934/14984 kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Tanggal 1 Maret disebut sebagai peristiwa sejarah yang mempunyai kontribusi cukup signifikan dalam sejarah nasional yakni Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949.
"Serangan umum bukan hanya peristiwa lokal namun nasional karena jadi momentum penegakan kedaulatan bangsa ini terhadap agresi militer Belanda. Karenanya hari ini kita membahas pengajuan 1 maret bisa jadi hari besar nasional," ujar Sultan.
Peristiwa Serangan Umum ini juga menunjukkan keberadaan Indonesia ke mata dunia internasional di tengah gempuran Agresi Militer Belanda. Sebab Tentara Nasional Indonesia berhasil mengalahkan tentara Belanda di Yogyakarta sebagai ibukota negara meski hanya dalam waktu enam jam.
Baca Juga:Tunjuk Suhajar Diantoro Jadi Plt Sekjen Kemendagri, Ini Pesan Mendagri Tito Karnavian
Bahkan peristiwa ini membuat PBB mendesak Belanda untuk kembali ke meja perundingan untuk mengakui kedaulatan RI. Juga membuka jalan yang lebih besar bagi bersatunya pihak republik dengan pihak federalis, di antaranya Negara Indonesia Timur, Sumatera Timur, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Pasundan dan lainnya yang tergabung ke dalam Majelis Permusyawaratan Federal.
Serangan Umum tersebut pun menjadi prekursor bagi RI dan BFO untuk melaksanakan Konferensi Inter Indonesia. Konferensi tersebut akhirnya menyatukan pikiran antara pemerintah RI dengan BFO untuk menghadapi Belanda di Konferensi Meja Bundar.
Sebab pasca kemerdekaan RI diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, terjadi rentetan aktivitas Belanda yang melanggar perjanjian dan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Belanda melakukan pelanggaran perjanjian linggar jati yang telah dilaksanakan pada 15 November 1946 dengan adanya Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.
Namun dalam perkembangannya, peristiwa ini tidak banyak diketahui, terutama generasi milenal. Padahal 1 Marer 1949 memiliki nilai sejarah yang sangat besar bagi kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Dalam perkembangannya tidak hanya pelaku [tim pengusul], panitia namun juga masyarakat akhirnya berharap 1 maret jadi hari besar nasional, sehingga aspirasi itu kita tindak lanjuti," tandasnya.
Baca Juga:Tri Tito Karnavian Dorong Perempuan untuk Sadar Hukum
Sementara Tito mengungkapkan, Kemendagri sudah melaksanakan kajian internal. Pada prinsipnya sebagai peristiwa nasional, 1 Maret 1949 di pusat gravitasi kekuatan negara di Yogyakarta membuat mata dunia tertuju pada Indonesia.
Peristiwa tersebut juga merupakan wujud nyata dari semangat persatuan bangsa Indonesia untuk menegakkan kembali kedaulatan negara pasca diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Melalui serangan tentara Indonesia tersebut, kemerdekaan Indonesia membuktikan bukan sebagai pemberian bangsa lain namun perjuangan anak-anak bangsa.
"Peristiwa [serangan umum] itu tida semua paham karena adanya gelombang revolusi industri 4.0 dan demokratisasi. Kita takut nanti kita lupa kembali ke sejarah padahal sejarah jadi dasar untuk mendirikan negara. Kemerdekaan kita bukan diberikan tapi merupakan perjuangan di pusat gravitasi," ungkapnya.
Karenanya Tito meminta Pemda segera menyelesaikan naskah akademik dan hasil-hasil kajian. Dengan demikian usulan tersebut bisa segera diajukan Kementerian Sekretaris Negara.
"Jadi kenapa tidak peristiwa ini jadi hari besar nasional," ungkapnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi