Pemda Gunakan UU Cipta Kerja, Buruh di DIY Tolak Penetapan UMP

Karena regulasi tersebut masih bermasalah, menurut Irsad, seharusnya Pemda tidak menggunakannya dalam menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan buruh dan pekerja.

Eleonora PEW
Senin, 15 November 2021 | 19:35 WIB
Pemda Gunakan UU Cipta Kerja, Buruh di DIY Tolak Penetapan UMP
Para buruh dan pekerja di DIY berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. - (Kontributor SuaraJogja.id/Putu)

SuaraJogja.id - Buruh dan pekerja di DIY menolak kebijakan Upah MInimum Provinsi (UMP) 2022 yang akan rencananya akan ditetapkan minggu ini. Penolakan dilakukan karena Pemda DIY disebut menggunakan Omnibuslaw UU Cipta Kerja dalam menetapkan besaran UMP di DIY.

"Kami [para buruh] kan menolak UU Cipta Kerja dan mengusahakan menggugatnya di mahkamah konstusi. Kenapa pemda malah menggunakan aturan itu untuk menetapkan UMP padahal masih bermasalah," ujar Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan saat dikonfirmasi, Senin (15/11/2021).

Karena regulasi tersebut masih bermasalah, menurut Irsad, seharusnya Pemda tidak menggunakannya dalam menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan buruh dan pekerja di DIY. Penetapan UMP disebut menggunakan formula yang aneh dan sama sekali tidak mencermikan kehidupan kebutuhan hidup layak dari masyarakat di DIY.

Pemda tidak melakukan survei di lapangan dalam menetapkan UMP sehingga tidak menggambarkan kebutuhan riil masyarakat. Padahal sesuai konstitusi, setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak.

Baca Juga:UMK Bantul 2022 Naik 4 Persen, Segini yang Diusulkan Dewan Pengupahan

Dengan formula yang digunakan Pemda untuk menghitung UMP, maka nantinya akan embali terjadi defisit ekonomi seperti pada 2021 ini. Defisit ini yang harus ditanggung oleh buruh dan keluarganya alih-alih pemangku kebijakan.

Berdasarkan survei KHL Permenaker 13/2012, defisit ekonomi di Kota Jogja pada 2021 mencapai Rp 997.518, Sleman Rp 1.128.576, Bantul Rp 1.118.166, Kulon Progo Rp 1.103.031 dan Gunung Kidul Rp 988.281.

"Kalau cuma menggunakan formula-formula aneh itu, tidak bisa mentreatment [kehidupan] layak itu," tandasnya.

Karenanya Arsad menegaskan, DPD KSPSI DIY menolak penetapan UMP DIY. Sebab tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak sehari-hari.

Aturan tersebut juga menghilangkan peran Dewan Pengupahan dalam menetapkan upah. Bahkan menghilangkan collective bargaining yang dipunyai oleh Serikat Pekerja/Buruh melalui perwakilannya dalam Dewan Pengupahan.

Baca Juga:Tunggu Instruksi Pusat, Pemda DIY: Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun Digelar Awal Tahun 2022

"Pengupahan dengan PP 36/2021 tentang pengupahan, kenaikan upah hanya sekitar 3 persen, jadi penetapan upah ini semakin burukk," ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (disnakertrans) DIY, Aria Nugrahadi mengungkapkan Pemda sudah melakukan sidang pleno dengan Dewan Pengupahan. Sidang tersebut sudah menghasilkan rekomendasi untuk penetapan UMP DIY.

"Keluar rekomendasi tersebut untuk penetapan pengupahan dan akan diumumkan bapak gubernur minggu ini. Nanti tunggu diumumkan pak gubernur saja, tidak lama lagi kok," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak