SuaraJogja.id - Pakar Hukum Tanah sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Nurhasan Ismail menyoroti berbagai kasus mafia tanah yang masih bermunculan di Indonesia. Ia menilai mafia tanah sudah lihai memainkan perannya sehingga tak terdeteksi oleh pihak-pihak lain.
"Hampir sama sebenarnya dengan bidang-bidang lain, mafia tanah itu cenderung lebih berada di dalam ruang ada dan tiada," kata Nurhasan, dalam keterangannya, Senin (22/11/2021).
Lebih lanjut, Nurhasan menjelaskan bahwa pertama ada mafia tanah yang bekerja secara jaringan atau semacam organisasi. Kelompok ini terlihat secara nyata dengan perilaku-perilakunya yang bertentangan dengan hukum.
Kemudian ada juga mafia tanah yang secara lebih rapi dan sistematis bergerak di bawah permukaan. Dengan menyembunyikan fakta sebenarnya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Baca Juga:Terungkap! Cara Licik Riri Rampas Aset Berharga Ibu Nirina Zubir
"Mereka (mafia tanah) mampu dengan sangat lihai memainkan confidential game yang di permukaan tampak tenang tapi ternyata di bawah permukaan penuh dengan trik-trik pelanggaran," ujarnya.
Ia menilai ada banyak aktor yang terlibat dalam pergerakan sistematis dan terstruktur dari para mafia tanah tersebut. Dengan tujuan dan tugas yang berbeda-beda pula untuk memuluskan aksinya.
Misalnya saja ada kelompok sponsor yang berfungsi sebagai penyandang dana. Mereka berupaya untuk memengaruhi kebijakan dan memengaruhi instansi pemerintah di semua lapisan.
"Lalu ada pula kelompok garis depan yang berfungsi sebagai aktor yang berjuang secara legal yaitu warga masyarakat biasa dan illegal ada preman dan Pengamanan Swakarsa," jelasnya.
Selain itu masih ada kelompok profesi berwenang di antaranya para advokat, Notaris-PPAT, pejabat pemerintah dari pusat, daerah, camat hingga kepala desa. Mereka adalah bagian yang berfungsi sebagai pendukung baik legal ataupun juga ilegal.
Baca Juga:Ribuan ASN Dapat Bansos, Pakar UGM Tegaskan Mentalitas Miskin Penyebab Salah Sasaran
Ada mafia tanah, kata Nurhasan, yang menggunakan metode kerja keras serta ilegal secara terbuka. Dalam hal ini memanfaatkan tindakan perebutan tanah dan pendudukan tanah yang menjadi objek sasaran.
Bahkan tidak tanggung-tanggung para mafia tanah dengan metode ini juga dapat melakukan konflik dengan menggunakan kekerasan. Dengan tidak sedikit konflik yang berpotensi menjadikan nyawa sebagai taruhannya.
"Sedangkan cara halus-ilmiah dan tampak legal yakni upaya pencarian dokumen kepemilikan tanah, pemalsuan dokumen kepemilikan tanah dengan tampilan hasilnya mendekati atau bahkan sama dengan aslinya," ucapnya.
"Proses pendekatan dalam rangka negosiasi dengan pemilik tanah, serta melakukan pengajuan gugatan dengan logika berpikir yang sistematis dan logis," tambahnya.
Guna membuat kesan tindakan mafia tanah itu tampak sah dan legal tidak lepas keterlibatan simbol-simbol pelaksana hukum. Misal seperti oknum Notaris PPAT dan Aparat Sipil Negara (ASN) di lingkungan Badan Pertanahan Nasional beserta jajarannya ke bawah serta penegak hukum lain seperti oknum hakim.
"Oknum pelaksana dan penegak hukum dimaksud dapat berkedudukan sebagai bagian dari jaringan kinerja mafia tanah atau mereka justru hanya menjadi korban dari kinerja mafia tanah," terangnya.
Belum lama ini diketahui, kasus mafia tanah menimpa aktris Nirina Zubir. Gara-gara kasus ini, Nirina bersama keluarga besarnya rugi hingga Rp 17 miliar.
Kejadiannya bermula ketika ibunda Nirina Zubir, Cut Indria Martini mengira surat-surat tanahnya hilang. Ia kemudian meminta bantuan asisten rumah tangga (ART), Riri Khasmita untuk mengurus.
Cut Indria memercayakan pengurusan surat itu kepada Riri, lantaran ia sudah percaya karena Riri telah bekerja sejak 2009.
Tapi rupanya, saat mengurus surat tanah, Riri malah diam-diam menukar atas namanya. Di situ, Riri bekerja sama dengan suaminya, Edrianto.
Aksi Riri Khasmita tidak sendiri. Perempuan kelahiran Bukit Tinggi itu dibantu notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah wilayah Jakarta Barat.
Karena kasus ini, Nirina Zubir dan keluarga mengalami kerugian hingga Rp 17 miliar.
Nirina pun telah melaporkan kasus ini kepolisi dan ada lima orang yang telah ditetapkan jadi tersangka. Sedangkan Riri Khasmita, Edrianto, dan Farida kini ditahan polisi.