"Walaupun ya bisa jadi hanya romantisasi pikiran kita saja terhadap itu. Padahal di balik punya anak susahnya minta ampun. Hamil sembilan bulan itu tidak semuanya menyenangkan," terangnya.
Fala juga menyebut sudah mempunyai standar atau tujuan tersendiri dalam hidupnya yang lebih dulu akan dituju. Sehingga saat ini tujuan-tujuan itu yang menjadi fokusnya sebelum nanti memutuskan untuk memiliki anak atau tidak.
"Aku yakin betul kalau aku sudah selesai dengan diriku itu. Jadi aku akan bisa sepenuhnya misalkan untuk anakku nantinya. Sudah ada tidak ada lagi beban-bebanku dan tidak terselesaikan sebelumnya yang tertaruh pada anakku," sambungnya.
Perempuan lulusan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga menyoroti tentang warisan trauma antargenerasi. Hal itu yang semakin meyakinkan dirinya untuk lebih fokus menyelesaikan berbagai urusan dalam hidupnya terlebih dulu.
Baca Juga:Soroti Kerusakan di Jalan Perwakilan, Forpi Jogja Minta OPD Awasi Parkir di Lokasi Setempat
"Aku merasakannya betul (warisan trauma antargenerasi). Aku tahu bagaimana mereka tidak selesai dengan dirinya sendiri lalu menurunkan itu ke keturunan di bawahnya. Nah aku ingin memutus rantai itu. Dengan bener-bener mempersiapkan diriku ketika benar-benar akhirnya aku memutuskan punya anak rantai itu tidak akan berlanjut," ungkapnya.
Pertimbangan ekologi, ujar Fala juga dinilai menjadi salah satu faktor pertimbangan childfree itu muncul. Di dalamnya juga terkait dengan hunian yang perlu disiapkan untuk anak-anak di masa mendatang.
Sedangkan saat ini saja kerusakan alam paling banyak terjadi akibat perluasan lahan. Tidak bisa dihindari bahwa dengan menambah manusia lahir ke dunia ini berarti juga kebutuhan lahan untuk hunian akan terus meningkat.
"Ketika kita punya anak, semua orang punya anak banyak, nah itu kan juga memperluas lagi pembangunan-pembangunan pembukaan lahan dan sebagainnya. Akhirnya kita ngga punya lagi akses untuk lingkungan yang asri," ucapnya.
Belum juga, lanjut Fala, ditambah dengan emisi karbon yang dihasilkan tiap orang pun berbeda-beda. Ketika menambah orang tentu akan seiring dengan bertambahnya emisi karbon di bumi.
Baca Juga:Capaian Vaksin Anak 81,5 Persen, Dinkes Jogja Targetkan Dosis 2 Selesai Februari
Berbeda dengan Fala, Aulia Anggit Hanwita (24) dan istrinya Naomi sudah memantapkan diri untuk mempunyai anak di dalam rumah tangganya.
Pasangan yang sudah menikah sejak 4 April 2021 lalu itu hingga saat ini masih terus berusaha dan menanti kehadiran anak pertama mereka.
"Sudah direncanakan tapi belum rezekinya. Sudah sejak sebelum menikah memang ingin punya anak," kata Anggit saat dihubungi.
Warga Banjaran, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo itu menyampaikan bahwa keinginan ia dan istrinya punya anak itu memang dilandasi dari sejumlah faktor. Di antaranya terkait dengan kesiapan mereka sendiri baik dari segi finansial ataupun mental.
Dalam hal mempunyai anak bahkan Anggit dan istri telah memperhitungkan semuanya dengan matang. Mereka menaruh perhatian lebih kepada masa depan keluarganya nanti.
"Awal nikah iya pengen langsung (punya anak). Pertama ya karena ideal. Umur saya sekarang 24 tahun nanti kalau sudah punya anak harapannya pensiun di umur 60 itu sudah anggarannya sudah tertata," ujarnya.