Jualan NFT Jadi Overhype, CfDS UGM Ingatkan Ancaman Pencurian Data Pribadi

sesungguhnya NFT merupakan sebuah potensi teknologi besar, yang mampu mendukung keunikan dan kepemilikan terhadap sebuah aset digital.

Galih Priatmojo
Jum'at, 21 Januari 2022 | 15:39 WIB
Jualan NFT Jadi Overhype, CfDS UGM Ingatkan Ancaman Pencurian Data Pribadi
Ilustrasi NFT. [Dok.Pixabay]

SuaraJogja.id - Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Iradat Wirid mengatakan, potensi Non-fungible Token (NFT) yang saat ini ramai dibicarakan, mulai dibarengi oleh ancaman-ancaman lain.

Iradat menyebutkan, ancaman-ancaman yang membahayakan mulai dari pencurian karya digital dan data pribadi.

Ia mengatakan, sesungguhnya NFT merupakan sebuah potensi teknologi besar, yang mampu mendukung keunikan dan kepemilikan terhadap sebuah aset digital.

"Akhir-akhir ini kerap sekali kita mendengar berita seputar NFT. Meledaknya desas-desus NFT di kalangan masyarakat Indonesia mulai semenjak kesuksesan dari Sultan Gustaf Al Ghozali," ujarnya, Jumat (21/1/2022).

Baca Juga:Apresiasi KPK Banyak Lakukan OTT, Pukat UGM: Tetap Harus Ada Tindaklanjutnya

Pemilik akun Ghozali Everyday itu berhasil menjual koleksi swafoto yang telah ia kumpulkan sejak 2017 sebagai NFT di OpenSea.

Keberhasilan dari Ghozali Everyday ini mampu menunjukkan sisi kreativitas dari perkembangan NFT.

"Akan tetapi, dari situlah masyarakat Indonesia berusaha untuk merekayasa kesuksesan dari Ghozali dengan berbagai cara yang unik," tuturnya.

NFT merupakan sebuah aset digital yang tidak dapat digantikan. Kata dari Non-fungible sendiri memiliki arti tak tergantikan. Alias, NFT merupakan token yang melambangkan suatu nilai tersendiri dan tidak dapat digantikan dengan NFT lain yang serupa.

Teknologi NFT  dibantu oleh teknologi blockchain. Blockchain yang berperan sebagai decentralized ledger mampu untuk merekap nilai dan pemilik dari suatu NFT.

Baca Juga:UGM Bersiap Gelar Pemilihan Rektor Anyar, Mas Menteri Nadiem Dapat Jatah 35 Persen Suara

"Itulah keunikan dari NFT sendiri, aset digital bernilai tersebut mampu kita kenali pemiliknya dan tidak bisa sembarangan diakui kepemilikannya oleh orang lain," urainya.

Meskipun teknologi NFT dan blockchain ini memiliki potensi yang besar, Iradat juga mengatakan bahwa potensi dari NFT dibarengi pula oleh ancaman-ancaman lain, seperti pencurian karya digital dan data pribadi.

Ancaman ini pun menjadi kenyataan, sebagaimana dalam rangka mengikuti kesuksesan dari Ghozali Everyday, masyarakat Indonesia yang gagap literasi digital melihat NFT ini sebagai arena investasi dalam waktu singkat.

OpenSea kini dipenuhi oleh berbagai macam NFT dari masyarakat Indonesia yang ingin mengikuti hype dan mencari cuan dalam NFT.

"Mulai dari foto masakan lokal Indonesia, swafoto pribadi, dan yang paling parah adalah foto Kartu Tanda Penduduk (KTP)," terangnya.

Iradat menyebut, kondisi itu menjadi  sebuah hal yang memprihatinkan sebagaimana maraknya data pribadi masyarakat Indonesia yang sudah mudah sekali bocor, justru kini dijual begitu saja di pasaran OpenSea.

Akibat dari sensasi overhype ini, dalam beberapa hari saja pasar OpenSea terasa jenuh dan penuh dari para copycat yang ingin meniru kesuksesan Ghozali Everyday.

"Dari perkembangan NFT di Indonesia ini, semakin ketara bahwa perlu adanya semacam regulasi, yang mengawasi perkembangan jual-beli NFT di Indonesia," ucapnya.

Hal ini tentu saja demi kepentingan pelindungan data pribadi masyarakat Indonesia, imbuh dia.

Namun, ironis sekali bahwa teknologi blockchain dan NFT yang sebenarnya berkembang atas dasar kebebasan dari pihak ketiga sebagai regulator (alias pemerintahan), kini perlu dibarengi pihak ketiga agar pasar NFT tidak menjadi terlalu liar dan membahayakan orang. 

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak