SuaraJogja.id - Anak muda dan generasi penerus di Indonesia terancam mengalami bencana banjir tiga kali lebih banyak dibanding kakek neneknya di masa depan. Hal itu bisa terjadi jika tak ada kesadaran dan masih acuhnya masyarakat dengan kebersihan dan kelestarian sungai yang ada di Indonesia.
Organisasi Save The Children merangkum hasil studi secara global bertajuk Born into the Climate Crisis, bahwa di dunia nanti, anak-anak kelahiran tahun 2020 akan menghadapi 30 persen banjir sungai.
Di Indonesia sendiri, anak-anak akan menghadapi 3,3 kali lebih banyak ancaman banjir dari luapan air sungai.
Tak hanya itu, mereka juga akan merasakan gelombang panas 7 kali lebih tinggi dibanding yang dialami kakek nenek mereka.
Baca Juga:Ingatkan Masyarakat Perkotaan Terhadap Kebersihan Sungai, 40 Anak Muda Gelar Bersih-bersih Kali Code
"Hasil studi kami dan sejarah dampak siklon tropis di Indonesia jelas memperlihatkan bahwa anak-anak akan menanggung beban yang tidak proporsional karena mereka tumbuh dalam situasai yang mengancam," kata Chief of Advocacy, Campaign, Communication and Media, Save The Children, Troy Pantouw dalam keterangannya, Minggu (26/6/2022).
Cara yang bisa dilakukan saat ini, kata Troy paling minim adalah mengajak anak dan keluarga lebih siap beradaptasi dengan perubahan iklim yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
"Maka penting untuk melakukan aksi adaptasi dan pengurangan risiko bersama degnan anak-anak untuk meningkatkan kemampuan anak serta keluarganya dalam beradaptasi," ujar dia.
Di sisi lain, Siklon Tropis Cempaka yang memporak-porandakan wilayah DIY terutama di Bantul pada 2017 lalu menjadi pembelajaran bagi warga Jogja agar lebih siap ketika bencana ini kembali datang.
Ketua Forum Komunitas Sungai Bantul, Mustamid mengatakan bahwa badai cempaka tak hanya banjir saja yang melanda wilayahnya. Sampah-sampah di sungai cukup menjadi sorotan masyarakat pada saat itu.
Baca Juga:Jogja Diguyur Hujan Deras, Kali Code Banjir
"Selama 2017 lalu itu paling parah di wilayah saya. Karena Badai Cempaka itu bukan hanya banjir atau genangan air, namun banyak tumpukan sampah di aliran Sungai Code ini," ujar Mustamid yang juga menjabat sebagai kepala Dusun Jejeran 1, Kapanewon Pleret.
Dengan begitu, lanjut Mustamid pemeliharaan sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) harus dilakukan mulai dari hulu-tengah-hilir.
Dari hulu bisa melakukan upaya pelestarian dan penjagaan mata air dan tidak menebang pohon di bantaran sungai. Sementara di bagian tengah melakukan peningkatan kesadaran warga untuk tak membuang sampah di sungai dan tidak membangun bangunan yang mengganggu aliran sungai.
"Sementara di hilir, perlu lebih banyak menanam poho di dekat sungai serta membersihkan sungai," ujar dia.