Menurut Muhadjir, seiring berjalannya waktu, situasi itu akan mulai hilang dibantu dengan adanya aturan turunan UU TPKS.
"Mudah-mudahan dalam waktu yang tak lama, UU dan produk turunannya itu bisa segera kita gunakan, untuk tangani itu," ujarnya.
Kekerasan Seksual Berbasis Online
Belum lama ini, Subdit V Siber Direktorat Kriminal Khusus Polda DIY berhasil meringkus seorang tersangka yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan terhadap anak. Tersangka yang berinisal FAS (27) itu diamankan setelah melakukan eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan media sosial.
Baca Juga:Marak Kasus Kejahatan Seksual, Komnas HAM Desak UU TPKS Segera Diterapkan
Kasus ini terbongkar diawali dari seorang Bhabinkamtibmas di sebuah desa di wilayah DIY yang menerima laporan dari guru sekolah dan orang tua siswa.
FAS sendiri diketahui sudah melakukan aksinya sejak bulan Mei lalu. Tersangka didapati juga sudah tergabung dalam beberapa grup WhatApps. Setelah sebelumnya juga bergabung di sosmed Facebook.
Dari sudah ada nomor-nomor yang memang dipersiapkan dan itu targetnya adalah korban anak-anak. Setelah mendapat target korbannya tersebut, tersangka lantas mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas atau dikenal dengan istilah child grooming.
Hingga saat ini jajaran Ditreskrimsus Polda DIY sudah berhasil mengamankan 8 pelaku kasus kejahatan seksual terhadap anak tersebut.
Jumlah 8 pelaku itu ditangkap setelah mengerucutkan dua grup WhatsApp yang sangat aktif mengirimkan berbagai video dan gambar dengan objek korban adalah anak-anak. Dari situ para pelaku ditangkap tersebar di 6 provinsi.
Baca Juga:Komnas HAM: Kekerasan Seksual Jadi Ancaman Serius Bagi Anak-Anak, Polri Harus Terapkan UU TPKS
"Ya kalau itu sudah jelas ya masuk bentuknya adalah kekerasan seksual berbasis online," kata Sri.
Dijelaskan Sri, sudah jelas diatur dalam UU TPKS itu bahwa pihak yang menyebarkan konten termasuk konten-konten yang berbau seksualitas itu sudah diatur. Disebutkan pula kalau tindakan itu melibatkan objek atau subjek anak maka kasus itu bukan delik aduan.
"Jadi tanpa harus ada yang melaporkan, si anak enggak harus melaporkan, orang tua tidak harus melaporkan, siapa yang melihat atau bahkan kalau polisi menemukan maka itu bisa langsung diproses tanpa menunggu ada pengaduan dari korban," paparnya.
Ia meminta para penyidik untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait. Misalnya saja Kominfo untuk urusan menghapus sebaran-sebaran konten itu.
"Serta pencarian alat bukti lainnya menelusuri lebih lanjut di dalam dunia maya. Saya kira itu jelas sudah masuk kategori kekerasan seksual," jelasnya.
Ia tidak memungkiri dari data-data yang telah dikumpulkan sejumlah lembaga. Memang menghasilkan kesimpulan sementara ada tendensi yang menguat terkait dengan kekerasan seksual di era digital ini.