Diduga Dipaksa Pakai Jilbab, Seorang Siswi SMA Negeri di Bantul Disebut Alami Depresi

Korban sempat diinterogasi soal alasannya tak mengenakan jilbab

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 29 Juli 2022 | 17:29 WIB
Diduga Dipaksa Pakai Jilbab, Seorang Siswi SMA Negeri di Bantul Disebut Alami Depresi
ilustrasi depresi (pexels)

SuaraJogja.id - Seorang siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul mengalami depresi setelah diduga dipaksa untuk mengenakan jilbab oleh guru di sekolahnya. Hingga saat ini siswi tersebut masih mengurung diri di kamarnya.

Pendamping korban Yuliani menceritakan bahwa peristiwa tersebut berawal saat siswi yang masih duduk di kelas 10 atau 1 SMA itu baru masuk sekolah pada tahun ajaran baru 2022/2023. Saat hari pertama masuk dan mengikuti program Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang bersangkutan masih tidak ada masalah.

Hingga kemudian tanggal 19 Juli 2022 ia mendapat pesan bahwa anak itu dipanggil ke kantor Bimbingan Konseling (BK). Ketika itu korban lantas diinterogasi oleh tiga guru BK.

"Saat itu bunyinya itu 'kenapa nggak pakai jilbab'. Dia (korban) sudah terus terang belum mau. Tapi bapaknya udah membelikan jilbab tapi dia belum mau. Itu kan gapapa, hak asasi manusia," ujarnya.

Baca Juga:Lucinta Luna Sedih Tak Bisa Ikut CFW Usai Operasi, Seekor Buaya Terlihat Berenang di Sekitar Jembatan Kretek Bantul

"Terus dari situ dia diinterogasi lama dan merasa dipojokkan. Terus yang kedua dia pakain hijab. Dia juga paham mungkin dia nyontoin pakai hijab tapi anak ini merasa tidak nyaman. Jadi merasa dipaksa," sambungnya. 

Ia menyebut bahwa tindakan guru yang memaksa memakaikan jilbab ke anak tersebut sudah tergolong pemaksaan. Dari situ siswi tersebut merasa dipojokkan hingga kemudian meminta izin ke toilet. 

Ternyata di toilet sekolah, siswi yang bersangkutan menangis lebih dari satu jam. Hingga kemudian guru BK yang bersangkutan menghampiri anak tersebut di toilet dan ditemukan sudah dalam kondisi lemas.

"Izin ke toilet kok nggak masuk-masuk kan mungkin guru BP ketakutan terus dicari dan diketok (pintu toilet) anaknya mau bukain pintu dalam kondisi sudah lemas terus dibawa ke UKS. Dia baru dipanggilkan orang tuanya," terangnya.

Disampaikan Yuliani, setelah kejadian itu kondisi siswi tersebut tidak justru membaik. Bahkan yang bersangkutan hingga mengurung diri di kamar dan tak mau makan. Puncaknya hingga saat upacara siswi tersebut sempat pingsan di sekolah. 

Baca Juga:Pemkab Bantul Anggarkan Rp4,8 Miliar untuk Pemilihan Lurah di 21 Desa

"Jadi kemarin saya sudah dipertemukan pihak sekolah oleh dinas. Saya minta dipertemukan, yang datang dinas dan BP dua orang. Seolah-olah dia (pihak sekolah) mengkambing hitamkan bahwa ini ada persoalan di keluarga," tuturnya.

Padahal, kata Yuliani, sejak SMP hingga lulus ujian anak tersebut tidak pernah ada masalah. Namun saat pertemuan itu pihak sekolah memojokkan bahwa itu bukan masalah karena jilbab tapi itu masalah keluarga. 

"Anaknya jelas sudah sangat trauma ya. Sampai sekarang aja belum masuk. Trauma dia tidak mau sekolah di situ. Okelah pasti nanti kita pindah karena KPAI saya libatkan, ORI juga terlibat karena dilihat fotonya itu si anak depresi berat," cetusnya.

Saat ini, disampaikan Yuliani, si anak sudah mulai mau untuk berinteraksi kembali. Selain juga sudah bersedia kembali makan.

"Terus kemarin makan ditaruh digantungan kunci itu sudah diambil dimakan tapi masih mengunci, sama bapaknya belum mau bicara. Ya masih mengurung diri," paparnya.

Diungkapkan Yuliani, sekolah masih sempat berdebat bahwa tidak ada pemaksaan dalam kasus ini. Bahkan tak hanya itu pihak sekolah juga diduga membuat aturan wajib pembelian jilbab itu

"Kemarin sekolah sempat berdebat bahwa tidak ada pemaksaan. Lalu saya tunjukkan pemaksaannya. Kalau tidak pemaksaan, kalau tidak permasakan Kenapa sekolah membikin hijab yang ada labelnya sekolah. Dari situ jelas pemaksaan," jelasnya.

Padahal sudah jelas kedua hal itu melanggar aturan yang ada.

"Iya wajib dibeli (di sekolah). Dari situ sudah jelas, kalau dia memaksakan kenapa bikin hijab. Dan itu kan sudah melanggar di aturan PP dan Permendikbud itu kan jelas nggak boleh kayak gitu," tandasnya.

Menindaklanjuti kasus tersebut, hari ini, ORI Perwakilan DIY memanggil Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan Agung Istiyanto untuk dimintai keterangan lebih lanjut. 

Dari pantauan SuaraJogja.id di Kantor ORI Perwakilan DIY, pemeriksaan yang bersangkutan berlangsung lebih kurang selama 2 jam.

Saat akan dimintai keterangan awak media, Agung memilih untuk tak berkomentar terkait kasus ini. Ia justru bungkam tanpa kata sambil lalu menuju mobil dan meninggalkan Kantor ORI Perwakilan DIY. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak