SuaraJogja.id - Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY menggali informasi secara keseluruhan rentetan kejadian dalam kasus dugaan pemaksaan memakai jilbab kepada seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan hingga berujung depresi. Didapati memang ada atribut hingga program-program keagamaan yang masif di sekolah tersebut.
Ketua Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masturi menuturkan sejak awal memang diketahui sekolah tersebut memiliki cukup banyak program keagamaan. Selain mata pelajaran agama, ada pula program tadarus dengan berbagai bentuknya.
Mulai dari kegiatan tadarus sentral yang dipandu oleh seorang yang mengaji dari ruang wakil kepala sekolah dan setiap anak mengikuti dari masing-masing kelas yang sudah diberi speaker. Ada juga tadarus yang sifatnya diberi target membaca satu minggu dua juz.
"Kemudian kami coba mengklarifikasi kenapa sekolah membuat program seperti itu. Rupanya mereka membuat program-program seperti itu untuk mengantisipasi proses penilaian akreditasi," ungkap Budi kepada awak media, Kamis (4/8/2022).
Pihaknya, yang telah mengecek panduan akreditasi itu, memang menemukan poin dengan salah satu parameternya adalah siswa menunjukkan perilaku religius dalam aktivitas di sekolah/madrasah. Di sana juga sudah ada instrumen-instrumennya.
"Walaupun agak berbeda sebenarnya instrumennya dari yang ada di sini (panduan akreditasi) dengan yang diterjemahkan mereka (SMAN 1 Banguntapan)," ucapnya.
Berbagai kegiatan itu yang kemudian menjadi materi yang dilaporkan pada saat akreditasi. Biasanya laporan itu akan disampaikan dalam bentuk lampiran foto kegiatan-kegiatan keagamaan itu.
"Kalau seperti ini kita sudah mulai dapat benang merah ini kenapa masif. Ya meskipun kalau kita baca parameter yang lebih rinci itu agak berbeda memang. Jadi bisa jadi ini kekeliruan membaca parameter. Tapi sejauh ini dengan adanya lampiran bukti-bukti itu ada penilaian bagus itu," paparnya.
Hubungannya dengan penggunaan identitas keagamaan masuk ke penilaian akreditasi itu atau tidak, kata Budhi, pihaknya mendapatkan penjelasan bahwa hal tersebut berkaitan.
"Apakah itu kemudian dalam rangka memenuhi ini (akreditasi) atau ada aturan lain. Itu yang masih kita teliti lebih lanjut. Ini temuan baru. Sebab bisa jadi langsung tidak langsung ada kontribusinya ini. Dari sistemnya akan kita lihat," terangnya.
ORI DIY belum dapat menyimpulkan apakah kemudian penjabaran dari interpretasi elemen-elemen akreditasi itu keliru atau tidak.
"Tapi memang judul dari item penilaian akreditasi itu membuka ruang untuk diinterpretasikan beragam tergantung nanti kemudian interest dari si orang yang menginterpretasikan," ujarnya.
Pihaknya masih akan melakukan pengecekan lagi terkait dengan berbagai kegiatan atau program keagamaan tersebut. Tidak hanya dari Dinas Pendidikan daerah saja melainkan hingga ke kementerian yang akan ditanyakan lebih jauh maksud dari akreditasi dan semacamnya itu.
ORI DIY sendiri sebelumnya telah menemukan sejumlah indikasi ketidaksesuaian aturan seragam sekolah di SMAN 1 Banguntapan. Dari panduan yang didapat ORI tertera bahwa seluruh aturan seragam itu disertai dengan atribut keagamaan berupa jilbab untuk siswa perempuan.
Pihak sekolah pun sudah mengakui dokumen panduan yang didapatkan ORI tersebut diterapkan di sekolah. Keterangan tersebut didapatkan melalui koordinator guru bimbingan konseling (BK) yang diperiksa Rabu (3/8/2022) kemarin.
Disebutkan bahwa ketiga jenis seragam yang tertera dalam panduan itu adalah seragam OSIS, batik dan pramuka. Pada semua seragam itu dikenakan pula atribut jilbab dan rok serta baju lengan panjang.
"Nggak ada kata wajib cuma kemudian kan nggak diberikan pilihan. Hanya pilihannya musilm, non muslim, kalau yang non muslim tetep dikasih itu enggak pakai jilbab gitu aja lisan. Iya semua pakai itu (jilbab) dari senin sampai jumat enggak ada contoh yang enggak, enggak ada pilihan," ucap Budhi.
Padahal jika sesuai Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Di sana tertulis bahwa tidak semua model atau jenis seragam siswa SMA Negeri perlu disertai beberapa atribut tadi.
Selain panduan seragam itu, ORI DIY turut menemukan Surat Pemberitahuan Daftar Ulang untuk para siswa atau siswi dari tujuh kelas XI di SMAN 1 Banguntapan. Surat itu tertanggal 7 Juli 2022 dan langsung ditandatangani oleh Kepala Sekolah Agung Istianto.
Dari situ tertera bahwa seluruh siswa diminta untuk membawa uang sebesar Rp.75 ribu. Uang itu sendiri akan digunakan untuk membeli jilbab berlogo sekolah bagi siswa putri.