Terkait dengan masalah air khususnya, masyarakat disarankan untuk menggunakan PDAM sebagai alternatif. Menurut Very, PDAM yang mengambil air di tanah dalam akan cenderung lebih baik dari segi kualitas dibanding dengan air di tanah dangkal.
Saat ini hotel-hotel dan usaha baru pun sudah diarahkan ke sana. Mengingat kualitas dan dampak terhadap lingkungan ke depan juga yang harus diperhatikan.
"Harapannya masyarakat itu kalau ada PDAM pakai saja PDAM. Di beberapa wilayah kota besar mengalami penurunan tanah karena pengambilan air tanah yang masif. Itu karena kita masih menggunakan air tanah," tandasnya.
Pencemaran Berat
Tak berbeda dengan temuan DLH Kota Yogyakarta, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera menyampaikan bahwa kondisi air sungai di kota gudeg ini sudah tercemar bahkan sejak beberapa tahun terakhir.
Hal itu ditunjukkan dari pengujian atau pemantauan sungai dengan menggunakan metode biolitik. Tujuannya agar dapat langsung memantau kondisi kesehatan ekologis di dalam sebuah sungai dan daerah alirannya tersebut.
![grafis Kota Jogja darurat air bersih. [Iqbal Asaputra / SuaraJogja.id]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/09/22/65203-grafis-jogja-darurat-air-bersih.jpg)
Diketahui bahwa metode biolitik dilakukan dengan menggunakan indikator makro invertebrata atau hewan tidak bertulang belakang. Misalnya saja capung, udang, siput, dan cacing.
Dari hasil pemantauan menggunakan metode biotilik itu nanti dapat terlihat ada tidaknya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai.
"Kami terakhir itu tahun 2018/2019 metodenya menggunakan biotilik. Jadi menggunakan biota yang ada di sungai itu. Satu metode sederhana yang sebenarnya itu bisa diaplikasikan oleh warga secara umum," kata Halik saat dihubungi, Selasa (6/9/2022).
Hasilnya, saat pengujian itu dilakukan pada musim kemarau ditemukan bahwa air sungai yang berada di wilayah Kota Yogyakarta itu rata-rata memang tercemar dengan kategori berat. Mengingat masuknya air bersih ke sungai dari mata air atau hujan itu lebih sedikit.