Fenomena Perilaku Seksual 'Pelangi' di Sleman, Dinkes: LSL Tulari Istri, Tulari Bayi

kasus HIV/AIDS di Sleman mengalami peningkatan

Galih Priatmojo
Rabu, 30 November 2022 | 19:41 WIB
Fenomena Perilaku Seksual 'Pelangi' di Sleman, Dinkes: LSL Tulari Istri, Tulari Bayi
Ilustrasi LGBT. (Dok: Elements Envanto)

SuaraJogja.id - Dinas Kesehatan Sleman menyebutkan bahwa pada tahun ini, jumlah kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan ketimbang sebelumnya.

Tanpa menyebut jumlahnya dalam angka, jawatan pemerintah ini mengungkap fenomena lelaki berhubungan seksual dengan lelaki (LSL) di Kabupaten Sleman menjadi sorotan.

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Sleman, dr.Seruni Anggreini Susila mengungkap, pelaku LSL dan pasien HIV/AIDS yang terdata di Kabupaten Sleman, mayoritas warga luar daerah namun berdomisili di Kabupaten Sleman. Didominasi usia produktif dan mahasiswa.

"Mahasiswa membawa gaya hidup mereka masing-masing, tidak ada kontrol dari orang tua. Berada di Jogja yang notabene Indonesia mini, mereka sekaligus juga menerima gaya hidup baru, komunitas baru," ucapnya, Rabu (30/11/2022).

Baca Juga:Sejumlah Tanah Wakaf di Sleman Terdampak Proyek Tol Jogja, Proses Tukar Guling Telah Disepakati

Ditanyai soal LSL, Seruni menjelaskan bahwa LSL berisiko HIV/AIDS tidak melulu dilakukan oleh gay. Melainkan bisa juga muncul dari pelaku LSL namun masih berhubungan seksual aktif dengan perempuan (heteroseksual berisiko). Selain itu, bisa menjangkiti gay murni namun bergonta-ganti pasangan. 

"LSL ini berbeda dengan gay," terangnya.

Hubungan Tidak Setia Di Kalangan LSL Adalah Sumber Masalah

Seberapa dampak LSL terhadap kesehatan seksual dan penyebaran HIV/AIDS, tergantung seberapa sering pelaku LSL melakukan aktivitas seksual berisiko, salah satunya tidak menggunakan kondom, tambah Seruni.

"Ada LSL tapi sehat, karena dari awal keduanya statusnya sehat (tidak terinfeksi HIV/AIDS). Dan pasangan ini setia," terangnya.

Baca Juga:Dorong Kerukunan Antar Sesama, Wakil Bupati Sleman Ajak Masyarakat Kembali Perkuat Sikap Toleransi

"Jadi setia adalah kunci tidak tertular HIV/AIDS. Masalahnya adalah, namanya anak muda kan, pasti masih ingin coba-coba," sambung Seruni.

Penularan HIV/AIDS cukup tinggi lewat hubungan LSL, ditengarai tipisnya selaput yang berada pada kulit anus. Diketahui penuh dengan jaringan syaraf, ketika berhubungan lewat anal, sekalipun menggunakan pelumas, tetap ada potensi perlukaan dan keluarnya darah dari kulit area tersebut. 

"Tetap ada perlukaan mikro saat beraktivitas seksual anal. Nah ketika ada pasangan LSL yang ternyata punya HIV/AIDS, menular lewat darah tadi, gawat," terangnya. 

Pasien HIV/AIDS yang ada dalam basis data Dinkes Sleman telah aktif mengikuti konseling dan penanganan bersama Puskesmas dan LSM yang konsen pada isu ini, imbuh Seruni. Mulai dari LSM perhatian pada HIV/AIDS, pegiat waria, LSL, Pekerja Seks Komersial dan komunitas lain.

Bukan hanya menangani yang konseling, Dinkes bekerja sama dengan LSM-LSM tadi untuk menjangkau mereka yang berpotensi dan berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS. Terutama di komunitas-komunitas yang tersebar. 

"Jadi teman-teman LSM dan pegiat ini yang menjangkau mereka, yang belum konseling. Teman-teman inilah yang 'Hei, kamu punya risiko loh, ayo konseling', lalu konselinglah mereka ke kami," urainya.

Suami LSL Tularkan HIV/AIDS Kepada Istri, Bayi Ikut Tertular

Dinas Kesehatan Sleman, mengaku kecolongan soal penularan HIV/AIDS yang terjadi dari perempuan hamil kepada bayinya. Beberapa kasus, bahkan disebabkan karena suami yang tanpa diketahui ternyata merupakan pelaku LSL. 

Seruni menyebut, pada banyak kasus, perempuan baru tahu mereka ternyata memiliki HIV/AIDS saat sudah hamil, bahkan ketika menjelang melahirkan. 

"Ada kejadian. Seorang perempuan, sudah hamil 9 bulan, lalu tes, dia baru tahu kalau dia ternyata punya HIV/AIDS. Setelah diulik, ternyata ia tertular dari suaminya, suaminya ternyata LSL," ungkap Seruni lagi. 

Berkaca pada kondisi itu, Dinas Kesehatan mulai mendorong kebijakan untuk pasangan calon pengantin bisa tes HIV sebelum menikah. Dinkes Sleman meminta, mulai pada 2023, pemangku wilayah wajib menawarkan kepada calon pengantin untuk ikut tes HIV.

"Ditawarkan saja dulu untuk ikut tes, masalah akan ikut tes atau menolak, itu hak calon mempelai," tegasnya.

Tujuannya bukan untuk menghalangi keduanya menikah. Melainkan bila ada salah satu dari mereka terbukti positif HIV atau AIDS, mereka bisa diskusi bersama. 

"Supaya tahu seberapa kokohnya cinta antara keduanya. Kalau memang pernikahan itu akan dilanjutkan, berarti tinggal kami yang membantu mereka menyiapkan kehamilan si mempelai perempuan. Jadi kasus penularan HIV/AIDS dari ibu kepada bayi, bisa dikontrol dan ditekan," tuturnya. 

"Ini yang menjadi perhatian besar, kami tidak ingin perempuan hamil tertular HIV/AIDS atau dari ibu menular kepada bayi. Dan kasus itu masih ada, kami ingin kejar ini," ucapnya. 

Seruni menambahkan, tes HIV/AIDS bersifat gratis atau tak dipungut biaya. Selanjutnya, bila calon pengantin menolak tes tersebut, tak jadi masalah. Mereka hanya akan menandatangani surat pernyataan penolakan. 

"Tapi kalau sudah tesnya gratis, menolak, justru jadi tanda tanya. Ada apa [kok menolak tes]?," ujarnya. 

Tes HIV/AIDS bagi calon pengantin sudah menjadi kebijakan nasional. Beberapa wilayah, juga sudah menawarkan calon mempelai mereka untuk mengikuti tes HIV. Hanya memang belum semua daerah menerapkannya. 

"Kebijakan ini juga mencegah supaya besok, kalau ketahuan ada kasus HIV/AIDS, pasangan ini tidak saling tuduh," tandasnya. 

Kepala Dinas Kesehatan Sleman dr.Cahya Purnama meminta masyarakat waspada dengan pergaulan anak-anak mereka. Tidak tertutup kemungkinan mereka mendapat teman yang salah, kemudian terjebak dalam perilaku LSL. 

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini