SuaraJogja.id - Berkembangnya teknologi memberi kemudahan masyarakat dalam beraktivitas. Namun hal itu akan berbahaya jika pengguna tak mampu mengendalikan dengan bijaksana.
Seperti anak-anak, penggunaan gawai yang berlebih belum tentu menjad hal positif. Hal itu berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Perlu adanya pengalihan yang lebih mendidik.
Sanggar Budaya Wukirharjo melihat bahwa kondisi itu akan menjadi negatif ketika tidak adanya pengawasan. Pengalihan anak dalam berkreasi tak melulu harus lewat teknologi. Pihaknya memulai dengan mengenalkan sejumlah budaya di Jawa termasuk budaya tari.
"Kita secara pelan-pelan juga termasuk wali [orang tua] yang kita ajak untuk mengenalkan kepada mereka terkait budaya tari itu. Jadi kita kenalkan, kalau tidak, udah pasti terus [bermain gadget]," ujar Ketua Pembina Sanggar Budaya Wukirharjo, Tulus Widinugroho di sela pementasan tari di lapangan Kantor Kalurahan Wukirharjo, Sleman, Minggu (28/5/2023).
Baca Juga:Menggali Kekayaan Budaya Melalui Interaksi Utara-Selatan
Tulus mengatakan bahwa sanggar juga memiliki misi untuk menguri-uri budaya Jawa. Lewat tari anak-anak dikenalkan lebih jauh untuk melestarikan budaya tersebut. Selain tari jathilan, angklung, karawitan dan ketoprak juga masuk dalam program di sanggar setempat.
Terpisah, Pembina Sanggar Budaya Wukirharjo, Karsini menegaskan tujuan awal sanggar dibentuk adalah untuk mengalihkan anak yang mulai terpapar dengan gawai.
"Sekarang ini kan dunia gadget. Nah tujuannya memang mengalihkan anak-anak mengenalkan budayanya dan mengurangi pemakaian gadget. Saya rasa budaya sudah jarang dikenal oleh anak-anak sekarang," ujar Karsini.
Ia juga tak menampik bahwa ada kendala saat mengajak anak-anak berkenalan dengan budaya ini. Mulai dari kelelahan ketika berlatih dan juga konsistensi. Namun ketika akan digelar pentas tari, murid-murid sanggar lebih antusias dan membuatnya semangat.
"Kadang ada yang kelelahan pas latihan, tapi kalau ada kabar akan pentas, mereka justru semangat. Jadi itu yang memberikan kita semangat juga," terang dia.
Sanggar Budaya Wukirharjo awalnya hanya memiliki tujuh murid. Karsini menceritakan butuh waktu untuk mengenalkan budaya tari ini. Seringnya menggelar pentas akhirnya menarik murid lain bergabung. Saat ini tercatat ada 45 murid, mulai usia 4,5 - 18 tahun.
Karsini mengatakan bahwa sanggarnya memang baru terbentuk tahun 2022 lalu. Menjadi sanggar baru, para pembina terus berupaya agar mampu menjadi wadah dalam melestarikan budaya di Wukirharjo.
"Kita sebelumnya mandiri, jadi karena pembina memiliki semangat yang sama. Akhirnya terus berkembang dan mulai dibantu pemerintah desa, disamping ada donatur," terang dia.
Harapan besarnya, banyak anak-anak yang mampu menjadi penari yang berkualitas. Meski era teknologi tak bisa dihindari, mereka mampu melestarikan budaya tersebut di masa depan.
Dalam pementasannya, Sanggar Budaya Wukirharjo menampilkan lima tarian, di antaranya, Tari Gugur Gunung, Langguk Manis, Tari Doraemon, Tari Pegon dan Barongan.
Sementara Lurah Wukirharjo, Turaji mengapresiasi dengan kegiatan yang digelar Sanggar Budaya Wukirharjo. Melestarikan budaya perlu dilakukan sejak dini, ia juga mengajak anak-anak yang memiliki bakat atau ketertarikan menari untuk diasah bersama.
"Selamat untuk Sanggar Budaya Wukirharjo yang sudah menggelar pemantasan ini. Anak-anak yang punya bakat atau kesenangan menari, bisa bergabung," ungkap dia.