SuaraJogja.id - Ombudsman RI menilai pemerintah DIY lamban dalam menangani persoalan sampah. Sebab, TPST Piyungan sudah overload tersebut sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2012. Bahkan, pemerintah DIY juga dinilai mengabaikan rekomendasi yang ORI buat tahun 2018 yang lalu
Kamis (27/7/2023) siang, Pimpinan Ombudsman RI, Indraza M Rais bersama dengan ORI Perwakilan DIY Budi Masturi melakukan pemantauan di TPST Piyungan serta bertemu dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta Sekretaris Bersama Yogyakarta, Sleman dan Bantul (Sekber Kartamantul) serta Kementrian PUPR.
Indraza mengatakan dalam pertemuan tersebut sebenarnya ada pemaparan bagaimana rencana dan juga progres untuk mengatasi permasalahan sampah yang dilakukan oleh pemerintah DIY sampai tahun 2026. Dan di sini PUPR juga menanyakan bagaimana programnya dan juga terkait usulan dan masukan bagaimana mengurai sampah dari hulu dan hilir.
"Dan ternyata memang selama ini tidak dilakukan penguraian, di mana TPS 3 R tidak berjalan,"ujar dia.
Baca Juga:TPST Piyungan Ditutup, Pemda DIY Siapkan Lahan Pengganti Sementara di Sleman
ORI juga menilai selama ini tidak ada pemberdayaan masyarakat sehingga TPS 3R itu tidak berjalan. Seharusnya ada keterlibatan masyarakat terutama di dalam TPS 3R itu. Di mana mereka bisa memanfaatkan limbah-limbah kecil untuk meningkatkan nilai ekonominya.
Sehingga nanti yang sampai TPST Piyungan tidak sebanyak ini dan tidak semua sampah masuk ke TPST. Dengan demikian TPST Piyungan tidak cepat penuh dan mudah dalam penanganannya
Indraza juga menyebut jika perencanaan dan prediksi Pemda DIY ternyata tidak tepat. Di mana sebenanrnya pemerintah sudah berusaha membuat zona transisi yang akan diisi sampah dengan sistem Sanitery Landfill, namun waktunya tidak sesuai target dan zona existing terlanjur penuh terlebih dahulu
"Kalau tadi terakhir Kementerian pupr memang mengatakan di sini agak lambat tidak tanggap dan hanya menunggu dari pusat. Dan itu yang akan kami kaji lebih dalam sebenernya apa yang menjadi kendala mereka selama ini sehingga bisa dipercepat dan segera dilakukan di Yogyakarta,"terang dia.
Terkait penutupan kali ini, ORI berpendapat seharusnya pemerintah DIY tidak melakukan penutupan cukup lama dan selalu beralasan keterbatasan anggaran kepada pusat. Karena sebenanrnya dari pemerintah pusat sudah ada anggaran Rp 109 miliar untuk TPST Piyungan ini
Baca Juga:Sehari Penutupan TPST Piyungan, Tumpukan Sampah di Kota Jogja Mulai Terlihat
"Hanya saja ternyata dengan anggaran tersebut tetap tidak berjalan juga. jadi memang ada beberapa masalah di sini di Jogja yang memang dan Jogja ini berjalan sangat lambat,"tegasnya.
Terkait penutupan, jika dilihat dari lapangan memang benar TPST Piyungan memang penuh, tetapi pemerintah tidak boleh ada penutupan 40 hari harus ada dan harus ada solusi lain. Dan ini yang juga dibicarakan juga, kalaupun ada kendala tolong dijelaskan masyarakat kan tidak tahu kalau ada permasalahan
"Kami juga akan melakukan kajian lebih dalam karena sebenarnya tahun 2018-2019 ORI sudah membuat rekomendasi tetapi tidak dijalankan oleh pemerintah daerah,"ungkap dia.
Kepala Perwakilan ORI DIY, Budi Masturi menambahkan pihaknya memang sudah membuat rekomendasi mengatasi persoalan sampah di tahun 2018 yang lalu. Namun nampaknya rekomendasi mereka tidak ditanggapi serius dan akhirnya timbul lagi persoalan sampah penuh
Budi mengungkapkan saat itu pihaknya menyarankan ada kebijakan anggaran yang mendukung karena besaran anggaran saat itu sangat tidak mendukung. Karena dana yang digelontorkan Pemda DIY saat itu hanya kecil dan jumlahnya tidak cukup membeli tanah untuk menutup sampah yang ada di TPST Piyungan.
Kemudian pihaknya juga mendorong agar pemerintah melakukan pengelolaan sampah dengan memanfaatkan teknologi tinggi yang ramah lingkungan. Kemudian ada saran-saran lainnya yang tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan serius sampai sekarang
"Harusnya kalaupun dilakukan penutupan ya tidak dengan mendadak karena sejak tahun 2012 yang lalu TPS Piyungan sudah ketahuan overload. Kan sudah ketahuan sebenarnya kalau mau dialihkan dihentikan atau seperti apa,"tegas Budi.
Kontributor : Julianto