Jelang KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, Pakar UGM Soroti Pembahasan Sengketa Laut China Selatan

Melihat dari sisi ekonomi, kawasan itu merupakan jalur lintas penyaluran energi yang mencapai 40 persen dari total konsumsi dunia.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 04 September 2023 | 15:40 WIB
Jelang KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, Pakar UGM Soroti Pembahasan Sengketa Laut China Selatan
Laut China Selatan (BBC)

SuaraJogja.id - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN akan diselenggarakan di Jakarta pada 5-7 September 2023. Sejumlah tema penting akan dibahas dalam pertemuan antar negara tersebut.

Direktur Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim menyebut momentum ini perlu dimanfaatkan untuk memperkuat soliditas antar negara ASEAN. Terutama untuk membahas persoalan sengketa perairan di Laut China Selatan.

"Jadi yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kembali memperkuat kohesivitas, solidaritas, dan soliditas kalangan negara-negara ASEAN menyangkut isu-isu strategis Laut China Selatan," kata Dafri, Senin (4/9/2023).

Menurut Dafri, saat ini sengketa Laut China Selatan masih belum terselesaikan. Hal itu disebabkan belum adanya titik temu baik dari kesamaan pandangan dan komitmen di internal ASEAN.

Baca Juga:Jadi Transportasi Delegasi KTT ASEAN, MRT Jakarta Dibuka Umum?

Kondisi tersebut yang menyebabkan negosiasi perundingan pedoman tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut China Selatan masih berlarut hingga sekarang. Ia menyebut masih ada perbedaan negara-negara ASEAN dalam memandang isu itu.

"Ada yang sama karena mereka langsung terlibat tapi beberapa negara tidak terlalu peduli dengan itu misalnya Myanmar, Laos, Kamboja, dan lainnya. Ini yang mempersulit penyelesaian konflik Laut China Selatan," terangnya.

Dipaparkan Dafri, perairan Laut China Selatan sendiri merupakan kawasan strategis. Jika kemudian terjadi insiden di kawasan tersebut dampaknya pun akan sangat luas.

Melihat dari sisi ekonomi, kawasan itu merupakan jalur lintas penyaluran energi yang mencapai 40 persen dari total konsumsi dunia. Belum lagi ditambah dengan jalur perdagangan penting yang berasal dari Asia Timur, Jepang, Korea, Taiwan, sebagian negara Asia Selatan, termasuk Asia Tenggara.

"Kalau itu dikuasai China bahaya sekali. Belum kalau bicara sumber daya alam (SDA) yang ada. Itu sangat strategis. Nah dalam konteks itu mestinya itu bisa jadi fokus bersama," tegasnya.

Baca Juga:Ingat, TMII Tutup Pada 5-6 September Saat KTT ASEAN

Ia berharap ada kesepakatan atas isu besar ini. Sebagai komitmen bersama demi menjaga keamanan kawasan perairan tersebut.

Sebagai tuan rumah sekaligus ketua dalam forum ini, kata Dafri, punya peran strategis untuk mengarahkan komitmen soliditas antara negara-negara yang ada. Ia menilai sengketa Laut China Selatan ini tidak cukup diwujudkan hanya berupa statemen, kecaman atau deklarasi bersama melainkan harus ada tindakan nyata.

"Setelah deklarasi macam-macam misalnya, maka masing-masing negara memiliki tanggungjawab untuk melakukan sesuatu demi mewujudkan itu. Lalu ada semacam norma yang mengikat negara-negara untuk melakukan itu," cetusnya.

Dafri menambahkan bahwa persoalan ini tak bisa diselesaikan secara parsial oleh masing-masing negara di Asia Tenggara. Melainkan harus ada upaya berupa pendekatan melalui atas nama ASEAN.

"Enggak bisa sendiri, harus melalui ASEAN karena dengan begitu posisi tawar kita lebih kuat. Asia Tenggara ini kan sangat strategis apalagi jika dikaitkan rivalitas China dan Amerika, dalam konteks Indo-Pasifik, ASEAN ini kan memegang peran penting," kata Dafri.

Sebagai informasi, Pertemuan KTT ke-43 ASEAN 5-7 September 2023 akan membahas beberapa tema penting. Di antaranya adalah Code of Conduct terkait Laut Cina Selatan, South East Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ), ASEAN Maritime Outlook, ASEAN Outlook in Indo Pacific (AOIP), dan isu terkait Myanmar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini