Tak Setuju Usulan BNPT Soal Pengawasan Tempat Ibadah, Ketum PP Muhammadiyah: Potensi Ciptakan Konflik Horizontal

Haedar menilai jika nantinya terdapat pengawasan di masjid dan tempat ibadah lain bahkan hingga sekolah.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 07 September 2023 | 20:13 WIB
Tak Setuju Usulan BNPT Soal Pengawasan Tempat Ibadah, Ketum PP Muhammadiyah: Potensi Ciptakan Konflik Horizontal
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menanggapi wacana Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengusulkan agar tempat ibadah berada dalam kontrol pemerintah. Menurut Haedar usulan tersebut adalah sebuah kemunduran.

"Ya sebenarnya ini setback (kemunduran) ya BNPT, itu biar pun baru ide, baru pendapat, tapi jangan sampai itu jadi kebijakan," kata Haedar ditemui di Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (7/9/2023).

Haedar menilai jika nantinya terdapat pengawasan di masjid dan tempat ibadah lain bahkan hingga sekolah. Bakal menimbulkan suasana kebangsaan yang terkesan dramatis. 

"Kalau masjid nanti ada pengawasan, dan tempat-tempat ibadah lain ada pengawasan di situ juga sekolah misalkan, itu nambah suasana kebangsaan itu makin terkesan dramatis, terkesan juga ada alarm," ucapnya.

Baca Juga:Sekolah dari Malaysia Belajar ke Pontren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang Warisan Buya HAMKA

Lebih dari, kata Haedar, hal itu juga ya tidak proporsional. Mengingat masjid dan tempat-tempat ibadah lain itu menjadi sumber nilai berbangsa dan etika di masyarakat.

Dijelaskan Haedar, umat beragama di Indonesia sendiri sudah punya sejarah panjang yang melekat dengan denyut nadi kehidupan bangsa. Serta ikut memperjuangkan kemerdekaan meletakkan pondasi ke-Indonesiaan bersama seluruh komponen bangsa.

"Bilamana dalam situasi kebangsaan kita ada satu dua kasus yang dikaitkan dengan agama, mestinya itu diambil tindakan-tindakan yang sejalan dengan hukum dan tidak lalu membuat kebijakan yang menggeneralisasi," tuturnya.

Jika kebijakan itu diterapkan, Haedar menyebut bakal memiliki dampak luas. Termasuk dengan potensi hilangnya daya kultural dari ketertiban sosial itu sendiri.

"Dimana satu kekuatan kultural bangsa kita itu kan umat beragama. Jadi kami percaya kepala BNPT dan jajaran BNPT untuk meninjau kembali dan tidak melanjutkan langkah untuk mengawasi tempat ibadah," cetusnya.

Baca Juga:5 Universitas Terbaik di Kalimantan Barat Versi uniRank 2023

Pengawasan yang dilakukan masyarakat pun, kata Haedar, bila sudah disokong pemerintah maka berpotensi menimbulkan masalah baru. Terlebih potensi konflik antar golongan.

Masyarakat disebut sudah memiliki mekanisme sosial tersendiri untuk mengatasi hal-hal yang dikhawatirkan itu. Termasuk untuk melakukan kontrol satu sama lain secara mandiri.

"Saling kontrol satu sama lain itu hal yang wajar saja, tapi ketika itu diendorse oleh negara supaya mengawasi masjid, mengawasi gereja, dan seterusnya itu malah berpotensi menciptakan konflik horizontal," ungkapnya.

Ia berharap kebijakan ini tak diterapkan. Terlebih untuk menciptakan suasana jelang Pemilu 2024 yang lebih kondusif. 

"Jadi di sinilah pentingnya kearifan, kecerdasan dan tanggungjawab yang lebih luas, baik dari BNPT maupun dari instansi pemerintah, lebih-lebih mau pemilu 2024, yang memerlukan suasana yang kondusif," pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9/23) menanggapi salah seorang anggota Komisi III yang menyinggung soal karyawan BUMN yakni PT KAI yang terpapar paham radikalisme. Menurutnya ini ada kaitannya dengan aktivitas tempat ibadah yang kerap melancarkan kritik ke pemerintah.

Menanggapi hal ini, Rycko mengungkapkan perlunya ada kontrol dari pemerintah terhadap tempat ibadah. Menurutnya hal itu mereka dapati di beberapa negara yang mana tempat ibadah dikontrol oleh pemerintah.

"Kiranya kita perlu memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme," kata Rycko, Rabu (6/9/23).

"(Di negara-negara itu) semua masjid, tempat ibadah, petugas di dalam yang memberikan tausiyah, memberikan khotbah, memberikan materi, termasuk kontennya di bawah kontrol pemerintah," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak