Walhi Kritik RDF dalam Pengolahan Sampah di Jogja, Begini Penjelasan DLHK DIY

Menurut Kusno, saat ini tercatat tiga kabupaten dan kota di DIY menggunakan teknologi RDF untuk mengolah sampah. Untuk Bantul, metode RDF dilakukan di di Pasar Niten.

Galih Priatmojo
Senin, 25 Maret 2024 | 19:10 WIB
Walhi Kritik RDF dalam Pengolahan Sampah di Jogja, Begini Penjelasan DLHK DIY
Petugas mengangkut sampah di TPS Lempuyangan. [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Desentralisasi sampah akan diberlakukan April 2024 mendatang di Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta pasca ditutupnya TPST Piyungan. Pemda DIY pun menerapkan metode refuse derived fuel (RDF) untuk pengolahan sampah.

Kebijakan Pemda DIY ini pun dikritik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi DIY) karena dinilai bukan merupakan solusi mengatasi masalah sampah di kota ini. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY pun menyampaikan bantahannya.

Kepala DLHK DIY Kusno Wibowo saat dihubungi, Senin (25/03/2024) menyatakan, RDF merupakan pilihan yang terbaik saat ini di DIY untuk mengolah sampah. Meski menurut Walhi, metode tersebut memperparah terjadinya perubahan iklim akibat dari pelepasan karbon ke udara karena sampah yang diolah nantinya jadi bahan bakar pengganti batu bara, Pemda kedepan akan coba mengevaluasinya.

"Namun demikian kalau ada masukan [dari walhi] nanti menjadi bahan evaluasi juga bagi kami. Jadi untuk substitusi yang biasanya pabrik semen itu menggunakan batu bara ini disubstitusi sebagian dengan RDF ini. Tentunya yang di pabrik semen juga sudah punya substitusionernya," paparnya.

Baca Juga:Jadwal Imsakiyah Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya, Senin 25 Maret 2o24

Menurut Kusno, saat ini tercatat tiga kabupaten dan kota di DIY menggunakan teknologi RDF untuk mengolah sampah. Untuk Bantul, metode RDF dilakukan di di Pasar Niten.

Di Sleman, sampah diolah jadi RDF di TPST Tamanmartani.  Sedangkan Pemkot Jogja baru dalam tahap menandatangani kerja sama dengan perusahaan swasta untuk pengolahan sampah tersebut dengan metode serupa.

"Kalau yang di Sleman itu yang anorganik, tapi yang organik juga dibuat RDF. Baik organik maupun anorganik nanti dibuat RDF. Sementara khusus yang di Pasar Niten itu yang organik," ungkapnya.

Walaupun belum sempurna, Kusno mengharapkan teknologi RDF bisa mengolah anorganik. Sedangkan sampah organik sudah diolah terlebih dulu di bank sampah atau bahkan di tingkat keluarga.

Bila diterapkan secara optimal, maka nantinya tidak lagi ada sisa sampah yang menumpuk di TPS. Termasuk residu yang bisa dikelola oleh bank sampah untuk dijadikan barang ekonomi baru. 

Baca Juga:Jadwal Buka Puasa Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya, Minggu 24 Maret 2024 Disertai Doa Menenangkan Hati

"Dipastikan tidak ada sisa sampah yang tidak terolah karena sudah dipilah sesuai kriteria dari bank sampah. Kalau diambil yang ada nilai ekonominya kan tinggal sisa-sisanya dan itu yang nanti dibuat RDF," tandasnya.

Sebelumnya WALHI DIY mengkritik penerapan RDF. Jika diproduksi dalam skala masif, maka kemungkinan justru sampah yang tidak sesuai kriteria tetap tidak terolah. Alih-alih mengolah semua sampah, teknologi RDF yang menggunakan bahan anorganik yang mempunyai kriteria tertentu memperparah perubahan iklim menyebabkan pelepasan karbon ke udara.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini