Soroti Pengolahan Sampah di TPST Piyungan Usai Ditutup, Walhi Yogyakarta Rekomendasikan Hal Ini

dijelaskan Elki, berdasarkan UU No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tertuang bahwa pengurangan sampah di sumbernya merupakan prioritas utama.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 25 Maret 2024 | 14:02 WIB
Soroti Pengolahan Sampah di TPST Piyungan Usai Ditutup, Walhi Yogyakarta Rekomendasikan Hal Ini
Warga mencari barang bekas di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

SuaraJogja.id - Pemda DIY belum lama ini telah resmi menutup Tempat Pengolahan Sampah Terpadu  atau TPST Piyungan Bantul mulai Selasa (5/3/2024) lalu. Hal itu menyusul dengan kebijakan desentralisasi sampah yang akan dimulai secara penuh.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta menyoroti hal tersebut. Termasuk dengan rencana TPST Piyungan yang akan digunakan sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) untuk wilayah kota. 

Dimana hasil dari pengelolaan tersebut rencananya akan berbentuk RDF yang digunakan campuran Batu Bara. Diketahui Refuse Derived Fuel atau yang disingkat RDF merupakan hasil pengelolaan sampah kering untuk menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalornya.

Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi menuturkan berdasarkan advokasi yang dilakukan saat ini, rencana tersebut ditolak oleh warga di sekitar TPST Piyungan. Pasalnya proyek-proyek pengelolaan sampah sebelumnya dinilai telah merugikan warga.

Baca Juga:Muncul Sejumlah Anomali Cuaca, Musim Kemarau di Yogyakarta Diprediksi Mundur

"Warga di sekitar TPST Piyungan adalah pihak yang paling dirugikan, khususnya kerugian pada dampak-dampak lingkungannya. Selama 30 tahun masyarakat di sekitar TPST Piyungan mengalami dampak negatif lingkungan hidup yang signifikan terutama terkait penecemaran air," kata Elki dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/3/2024).

Menurut Walhi, keterlibatan masyarakat merupakan suatu hal yang penting. Mengingat paradigma desentralistik seharusnya dapat melibatkan semua elemen termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan. 

"Salah satu dampak kerugian lingkungan yang dialami warga adalah sumur-sumur warga yang tercemar air lindi dan penumpukkan sampah yang dirasakan masyarakat lokal TPST," imbuhnya.

Padahal, dijelaskan Elki, berdasarkan UU No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tertuang bahwa pengurangan sampah di sumbernya merupakan prioritas utama. Dalam hal ini, diperlukannya turunan aturan teknis dari Perpres/Pergub/Perda dengan jelas dalam menjelaskan pengelolaan sampah seperti pengurangan dan penanganan sampah. 

Sehingga sektor-sektor tertentu seperti kawasan komersial dan kawasan industri dapat menangani tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan. Namun, alih-alih melakukan pengelolaan dan pemulihan lingkungan, pemerintah justru memilih menggunakan sampah-sampah yang ada di TPST Piyungan untuk RDF. 

Baca Juga:Jadwal Imsakiyah Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya, Senin 25 Maret 2o24

"Padahal bahan anorganik yang digunakan untuk membuat RDF sendiri merupakan sampah anorganik yang mempunyai kriteria tertentu. Sehingga, tidak semua sampah dapat diolah," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak