SuaraJogja.id - Belum lama ini viral Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo membuat target satu pasangan suami istri, minimal melahirkan satu anak perempuan. Langkah ini dilakukan sebagai solusi turunnya angka kelahiran di Indonesia.
Pernyataan itu mendapat berbagai tanggapan pro kontra dari masyarakat. Hasto buka suara terkait dengan pernyataan tersebut.
"Itu yang pelintirannya salah, saya ngomongnya enggak gitu. Saya ngomongnya diharapkan rata-rata satu perempuan punya anak satu perempuan, rata-rata itu artinya bukan setiap orang ya," kata Hasto saat ditemui di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, Sabtu (6/7/2024).
"Kalau di kampung itu ada perempuan 10 itu kan mestinya besok pada generasi berikutnya minimal ada perempuan lagi 10 tapi kan rata-rata ini. Jadi kalau tetangga sebelah anak perempuannya udah tiga, di sini ndak punya anak perempuan atau apa, ya kan berharap, harapannya rata-rata begitu," sambungnya.
Hal itu, disampaikan Hasto, bertujuan untuk menjaga agar pertumbuhan penduduk tetap seimbang. Apalagi hal ini berkaitan dengan angka kelahiran atau total fertility rate yang menurun di sejumlah daerah.
Pasalnya di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Bali bahkan Jogja angka kelahiran sudah berada di bawah 2. Dia mengakui penurunan itu mencapai angka ideal (minimal) karena dua anak yang dilahirkan akan menggantikan orang tuanya.
"Ya salah satu yang harus kita hadapi itu kan bonus demografi kan menutup lebih cepat. Jadi maksudnya, kita ini kan punya kesempatan kaya, negara dan masyarakat punya kesempatan pendapatan perkapita naik cepat, kapan punya kesepatan pendapatan perkapita naik pesat, pada saat yang muda-muda itu jauh lebih banyak dibandingkan lansia," ujarnya.
Dia menyebut pada 2035 mendatang angka lansia sudah jauh lebih banyak dibandingkan dengan anak-anak muda. Sehingga itu yang harus menjadi perhatian semua pihak.
"Sementara lansia tahun 2035 ke sana itu umumnya lansia yang pendidikannya rendah, ekonomi rendah, karena lansia-lansia ini seusia saya ke atas," ucapnya.
Baca Juga:Usia Kawin Muda Naik tapi Pengetahuan Rendah, Kepala BKKBN Gencarkan Generasi Berencana
BKKBN sendiri tak tinggal diam terkait dengan persoalan ini. Salah satu upaya yang dilakukan yakni melakukan kontrol terhadap daerah-daerah yang memang masih cukup tinggi dari sisi fertility rate atau angka kelahiran.
"Kita itu by desainnya begini, daerah-daerah yang total fertility ratenya masih tinggi, jumlah anaknya masih tinggi-tinggi seperti NTT, Papua. Nah kita mengontrol dengan kontrasepsi, membantu menyadarkan lah," tuturnya.
Sedangkan daerah dengan angka kelahiran sudah di bawah 2 akan terus didorong kembali. Tujuannya agar dapat meningkatkan angka kelahiran tersebut.
Dalam hal ini dari sisi membantu kesehatan reproduksi yang tak kalah penting. Mulai dari hamil pada usia ideal untuk perempuan yakni 20-35 tahun, tidak terlalu sering atau minimal berjarak tiga tahun, dan tidak terlalu banyak juga dalam mempunyai anak.
"Kalau seandianya sekarang ini seandainya sudah stuntingnya tinggi, misalkan kemudian kualitasnya nggak bagus terus jumlahnya sedikit ya waduh berat sekali menyangga beban itu," tandasnya.
"Bisa dibayangkan toh, kalau nenek anda itu masih hidup semua dari pihak istri neneknya masih lengkap, pihak suami nenek lengkap, malah masih punga buyut juga kadang. Terus anda bekerja berdua untuk menanggung nenek-neneknya. Itu waduh kalau mau menaikkan pendapatan perkapita agak berat itu, karena yang kerja sedikit, maksudnya seperti itu," tambahnya.