Teknologi AI Diterapkan untuk Deteksi Dini TBC di Gunungkidul, Bagaimana Hasilnya?

Selama ini, skrining telah dilakukan namun dengan model pasif.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 10 September 2024 | 19:40 WIB
Teknologi AI Diterapkan untuk Deteksi Dini TBC di Gunungkidul, Bagaimana Hasilnya?
Alat skrining TBC di Gunungkidul. [Kontributor Suarajogja.id/Juklinto]

SuaraJogja.id - Dinkes Gunungkidul mulai melakukan skrining aktif penyakit TBC. Skrining ini dilakukan dengan menggandeng Zero TB Yogyakarta dan dibiayai oleh Yayasan Kitabisa. Rencananya mereka bakal menggelar 20 kali skrining di 3 kapanewon.

Kepala Dinkes Gunungkidul, Ismono menuturkan TBC merupakan penyakit yang sangat sulit untuk ditemukan tetapi kalau ditemukan diobati mudah asal punya komitmen. Skrining perlu dilakukan untuk menemukan penderita penyakit TBC ini.

"Dinkes memiliki beban standar minimal denhan PMK nomor 4 2004. Bagaimana TBC bisa ditemukan dan diobati, beban target kita itu temuan 80 persen dari populasi yang kita skrining. Harapannya dapat segera diobati. Sehingga angka kesembuhannya semakin tinggi," tutur dia, di sela skrining TBC di Puskesmas Ponjong I, Selasa (10/9/2024).

Selama ini, skrining telah dilakukan namun dengan model pasif. Di mana pihak Dinkes menunggu laporan dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang pertama kali memeriksa warga. Ketika dilaporkan ada warga yang suspect TBC dengan menunjukkan gejala barulah ditindaklanjuti.

Baca Juga:Demi Serap Aspirasi, Sutrisna-Sumanto Bakal Sambangi Warga hingga Pelosok Dusun

Dan biasanya membutuhkan waktu untuk melihat apakah benar-benar TBC atau tidak. Sehingga warga tersebut masih bebas untuk bergaul tanpa diobati dan berpotensi menularkan penyakit tersebut ke orang lain yang sebelumnya sehat.

"Itu kan penularan lewat droplet, jadi mudah," kata dia.

Pihaknya sengaja menggandeng Zero TB Yogyakarta karena memiliki peralatan canggih untuk skrining TB di mana suspect cukup di-rontgen thorax dan bisa langsung diketahui hasilnya. Sehingga pasien bisa langsung tertangani dengan baik.

Dia menambahkan, tahun 2023 yang lalu pihaknya juga sudah menggandeng Zero TB Yogyakarta dan mampu mendongkrak temuan TB 16 persen dari suspect yang diskrining. Di mana ada peningkatan temuan 50 persen menjadi 70 persen dari suspect yang diskrining.

"Kalau alat itu di Gunungkidul kita belum memiliki, mahal soalnya. Sekarang targetnya ada 2.000 orang. Mereka suspect TB karena hidup sehari-hari dengan pasien TB," tambahnya.

Baca Juga:Liburan Berujung Petaka, Bus Pariwisata Rem Blong di Gunungkidul, Lapak Pedagang Hancur

Yayasan Kitabisa juga mereka gandeng untuk membiayai skrining tersebut. Karena tidak bisa dipungkiri lagi jika biaya skrining cukup mahal sehingga dengan subsidi maka bisa dilakukan dengan gratis. Pihaknya berharap skrining gratis ini bisa terus dilakukan

VP Of Business, People & Organizations Kitabisa, Edo Irfandi mengatakan KitaBisa, platform penggalangan dana sosial terbesar di Indonesia terus berkomitmen dalam upaya pelestarian lingkungan dan kesehatan melalui berbagai inovasi program berkelanjutan yang dihadirkan melalui platform kitabisa.org.

Salah satu diantaranya adalah program Generasi Sehat, yang saat ini menginisiasi kegiatan penemuan kasus TBC aktif (Active Case Finding) bekerjasama dengan Zero TB Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul.

"Program ini melibatkan masyarakat di wilayah kasus TBC yang dilaporkan cukup tinggi," tambahnya.

Inovasi Teknologi untuk Deteksi Dini TBC

Salah satu keunggulan program ini adalah penggunaan mesin sinar X portabel dan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu mengklasifikasi hasil Rontgen yang mengarah ke TBC, yang selanjutnya membutuhkan pemeriksaan konfirmasi dengan tes cepat molekuler.

Keseluruhan sistem ini memungkinkan deteksi dini kasus TBC dengan tingkat akurasi yang tinggi dan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan metode konvensional.

"Dengan teknologi AI, kita dapat mendeteksi kelainan yang mengarah ke tuberkulosis pada paru-paru dengan lebih sensitif, sehingga meningkatkan temuan kasus TBC " ujar dia.

Dia menambahkan, penyakit paru-paru selama ini menduduki ranking ketiga penyakit terbanyak yang mereka beri pertamuan. Di mana urutan pertama adalah Hydrocepallus dan yang kedua barulah Cancer.

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini