"Itu (penyakit bawaan) juga akan berpengaruh terhadap psikologis seorang wanita hamil. Dan kehamilan sendiri itu juga membuat seorang ibu itu menjadi sensitif rentan untuk kondisi kejiwaannya," ujarnya.
Gangguan kesehatan mental itu bukan sesuatu yang ideal bagi ibu hamil. Pasalnya, kata Siti, kondisi tersebut dapat berpengaruh kepada kondisi si ibu dan calon bayinya nanti.
"Mereka akan meningkatkan resiko untuk terjadi komplikasi ya dalam kehamilan maupun persalinannya atau pun pada masa nifasnya, dengan adanya gangguan jiwa ini," cetusnya.
Risiko itu semacam efek berantai dari tindakan di awal. Terlebih ketika bumil tak mau melakukan pemeriksaan kesehatan kehamilan secara rutin, hingga nanti saat nifas yang ibu akan semakin rentan.
"Karena setelah melahirkan itu bebanya malah juga bertambah karena harus mengurusi keluarganya, bayinya, itu juga bisa menjadi stresor bagi ibu hamil sendiri," tandasnya.
Kekurangan Psikolog
Diakui Siti, saat ini Kabupaten Bantul masih mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) kesehatan, khususnya psikolog maupun psikiater. Total dari 27 puskesmas yang ada di Bumi Projotamansari, baru ada 16 puskesmas yang terdapat pelayanan psikologis klinis.
Bahkan di RSUD saja hanya tersedia satu psikolog dan satu psikiater. Jumlah itu dinilai masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
Apalagi untuk psikolog klinis yang membuka praktik sendiri di Bantul pun tak banyak. Sehingga masyarakat terbatas untuk mencari pertolongan terkait kesehatan mentalnya kepada tenaga profesional.
Baca Juga:Titik Rawan Kecelakaan Jadi Fokus Operasi Zebra Progo 2024 di DIY
"Jadi sebenarnya untuk SDM kesehatan kita masih kurang tapi kalau akses ke fasilitas kesehatan mungkin masih bisa, masih terjangkau," ucapnya.