SuaraJogja.id - Kepala Tim Kerja Gizi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Samsu Eko Suhartono mengatakan, pihaknya mencatat kasus stunting pada 2024 sebesar 4,41 persen, atau turun dari tahun 2023 yang mencapai 4,51 persen.
Hal itu merupakan salah satu prestasi Dinkes Kabupaten Sleman dalam menunjukkan komitmen terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sementara itu, Kepala Tim Kerja Gizi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinkes Sleman Samsu Eko Suhartono mengatakan, pihaknya mencatat kasus stunting pada 2024 sebesar 4,41 persen, atau turun dari tahun 2023 yang mencapai 4,51 persen.
"Saat ini angka stunting pada angka 4,41 persen, sudah jauh dari target dari angka nasional di tahun 2024 yakni 14 persen. Kita sudah zero stunting karena angkanya di bawah 5 persen," ujar Samsu, Jumat (6/12/2024).
Baca Juga:Kasus Covid-19 Muncul Lagi, Dinkes Bantul Imbau Masyarakat Kembali Terapkan Protokol Kesehatan
Tren penurunan angka stunting terjadi sejak tahun 2021. Dari 51.513 anak bawah lima tahun (balita) yang dipantau sepanjang tahun 2024, kasus stunting ditemui pada 2.272 balita.
Upaya penuntasan dilakukan melalui kolaborasi dengan OPD terkait sehingga memberikan nilai tambah yang signifikan karena masyarakat membutuhkan pendekatan yang tepat dan kompeten dalam mengatasi stunting.
"Kita ada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dengan SK Bupati, dan ada tim hingga di tingkat kalurahan. Dilakukan monitoring dan evaluasi setiap tahun di masing-masing kapanewon," jelasnya.
Fenomena stunting di Sleman, mayoritas terjadi pada keluarga yang tergolong mampu, yakni sebanyak 95 persen. Pemicu utama stunting yakni pola makan dan pola asuh yang kurang tepat, dengan ciri secara fisik, biasanya badannya pendek. Dari 17 kapanewon, masih ada 4 kapanewon yang angka stunting di atas 5 persen.
"Tahun ini dilakukan audit stunting di dua kapanewon sebagai sampel, yakni di Pakem dan Sayegan, ternyata pemicu stunting karena pola makan dan pola asuh yang kurang tepat, termasuk angka kehamilan tidak diinginkan terjadi kenaikan terutama yang berumur 19 tahun," terangnya.
Baca Juga:Dinas Kesehatan Sleman Imbau Masyarakat Waspadai Kenaikan Kasus Covid-19
Kesadaran pentingnya pencegahan stunting terus digencarkan, dengan memberikan edukasi soal penimbangan setiap bulan, menjaga pola makan dan pemeriksaan teratur bagi ibu hamil dan menyusui.
Sementara, dalam upaya pencegahan dan penanganan gangguan jiwa, Dinkes Sleman telah membentuk Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) di setiap kapanewon dengan jemput bola.
Tim Kerja Kesehatan Jiwa Usia Produktif dan Lansia Dinkes Sleman, Jefri Reza Pahlevi, hingga akhir 2024, pihaknya telah menangani ribuan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
"Di tahun 2024 ini ada 2.924 ODGJ berat yang terdata, sudah 99,38 persen sudah terlayani dengan standar oleh teman-teman di Puskesmas," jelas Jefri.
Dari 2.924 ODGJ, dialami orang di usia 24 hingga 68 tahun. Terbanyak dialami orang pada pada umur produktif, yakni pada umur 25 sampai 55 tahun. Upaya yang dilakukan, antara lain melalui skining kesehatan jiwa bagi anak remaja usia 15 tahun hingga lansia untuk mendeteksi potensi ganguan mental maupun ganguan jiwa berat, agar tertangani sejak dini.
"Di Sleman ini banyak pelajar pendatang, yang menjadi salah satu sumbangsih atau penyokong jumlah ganguan jiwa," sebutnya.
Di setiap Puskesmas telah ditempatkan psikolog, hasil penanganan di tingkat Puskesmas dapat menjadi rujukan andaikata pasien perlu penanganan psikiater di Rumah Sakit. Gangguan jiwa yang ditemui diantaranya, gangguan kecemasan, gangguan mood, Skizofrenia, gangguan psikotik, kontrol impuls, gangguan makan, obsessive-compulsive disorder (OCD), gangguan kepribadian, depresi dan gangguan bipolar.
"Di Sleman semua RSUD sudah ada psikiater dan psikolog dan di RSA UGM sudah ada bangsal rawat inap jiwa, jadi ngak mesti di RS Grasia Pakem, tergantung permintaan,"ujarnya.