SuaraJogja.id - Jembatan Srandakan lama, yang selama hampir satu abad menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan transportasi di Kabupaten Bantul, akhirnya roboh pada Kamis (6/2/2025) malam, sekitar pukul 22.40 WIB. Jembatan yang dahulu digunakan sebagai jalur kereta api lori pengangkut tebu ini tak lagi mampu menahan beban waktu dan kondisi lingkungan yang terus memburuk.
Informasi mengenai robohnya jembatan ini pertama kali disampaikan oleh Panewu Srandakan, Sarjiman.
"Ditimpa dari atas, dirongrong dari bawah," ujar Sarjiman, Jumat (7/2/2025).
Ia menggambarkan kondisi jembatan yang mengalami tekanan dari berbagai sisi yang bisa jadi pemicu terjadinya roboh.
Baca Juga:BPBD: Penanganan Darurat DAM Rusak di Sekitar Jembatan Srandakan dikerjakan BBWSSO
Selain usianya yang telah mendekati satu abad, derasnya aliran Kali Progo setelah jebolnya DAM Srandakan beberapa waktu lalu menjadi sejumlah faktor ambrolnya jalur penghubung transportasi kendaraan itu.
Di sisi lain, air sungai yang mengalir dengan kuat menggerus sedimentasi pasir di bawah pilar jembatan, hal ini juga yang menyebabkan pondasi kehilangan tumpuan dan akhirnya roboh.
Kilas Balik Sejarah Jembatan Srandakan Lama
Jembatan Srandakan lama memiliki sejarah panjang yang bermula sejak pembangunannya pada tahun 1925 dan diresmikan empat tahun kemudian pada 1929.
Pada awalnya, jembatan ini berfungsi sebagai jalur kereta api lori yang digunakan untuk mengangkut tebu dengan panjang 531 meter dan terdiri dari 59 bentang, masing-masing sepanjang 9 meter.
Baca Juga:DPRD Bantul Usul Perberat Sanksi Peredaran Miras, Hukuman Saat Ini Dinilai Tak Berefek
Seiring waktu, tepatnya pada tahun 1951, jembatan ini dialihfungsikan menjadi jembatan jalan raya guna mengakomodasi kebutuhan transportasi yang terus meningkat.
- 1
- 2