Hal itu seharusnya membuat para elite juga ikut hidup lebih hemat, tidak boros. Selain itu mampu membedakan antara kebutuhan, kepentingan, dan keinginan. Elite bangsa, termasuk elite di Muhammadiyah pun mestinya menjadikan puasa harus menjadi momentum untuk introspeksi.
Elite bangsa harus menghindari sikap hidup berlebihan, arogansi, dan tindakan yang tidak patut dicontoh oleh rakyat. Lebih dari itu, mereka harus menjadi role model dalam kepemimpinan.
"Apakah kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan amanah rakyat? Setelah pemilu dan pilkada, apakah kita benar-benar menjadi representasi rakyat yang memiliki nilai spiritual tinggi, menjaga amanah dengan baik, dan berorientasi pada kepentingan bangsa serta negara, bukan kepentingan pribadi dan kelompok?," tandasnya.
Selain memiliki keterampilan pragmatis dalam kehidupan, seorang pemimpin harus memiliki ilmu dan hikmah. Bahkan dalam demokrasi, Pancasila mengajarkan sila keempat Pancasila.
Baca Juga:Bukan Libur, Dewan Pendidikan DIY Usul Sekolah Sesuaikan Jadwal dengan Ramadan
Sebab demokrasi membutuhkan hikmah dan kebijaksanaan. Karenanya para pemimpin bangsa harus memiliki wawasan dan kebijaksanaan agar dapat membimbing rakyat serta membawa negara ini ke arah yang benar dan sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
"Puasa mengajarkan refleksi diri bagi setiap tokoh dan elite bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Mr. Supomo (pahlawan nasional Indonesia-red), membangun Indonesia bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang jiwa. Jiwa itu terletak pada hikmah dan ilmu para pemimpin bangsa," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi