SuaraJogja.id - Meski sudah diresmikan tiga tahun terakhir, Museum Muhammadiyah di Yogyakarta hingga kini masih mengalami kesulitan dalam mengumpulkan koleksi-koleksi sejarah dari organisasi tersebut. Masih banyak jejak sejarah Muhammadiyah yang menggambarkan perjalanan organisasi sejak didirikan pada tahun 1912 yang belum ditemukan hingga kini.
Karenanya Kementerian Kebudayaan (kemenbud) pun berjanji membantu melengkai artefak, benda bersejarah dan berbagai dokumen yang belum dimiliki saat ini. Hal ini penting mengingat keberadaan Muhammadiyah merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia.
"Saya kira, dengan perjalanan Muhammadiyah yang lebih dari 112 tahun, banyak sekali kiprah luar biasa di berbagai bidang, baik politik, sosial, keagamaan, maupun pendidikan dan kesehatan. Selama ini, menjadi tugas dan kewajiban kami, khususnya Kementerian Kebudayaan, untuk menghidupkan museum, menjaga cagar budaya, serta memanfaatkan warisan seni dan kebudayaan secara umum, termasuk mendukung [pencarian artefak dan benda bersejarah Muhammadiyah," papar Menbud RI, Fadli Zon di Museum Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (03/2/2025).
Menurut politisi Partai Gerindra tersebut, dirinya menyatakan komitmennya untuk membantu pengumpulan artefak terkait Muhammadiyah. Sebab museum memiliki peran penting dalam pelestarian sejarah dan budaya bangsa, sehingga pemerintah akan mendukung upaya pelengkapannya.
Baca Juga:Muhammadiyah Minta Elite dan Warga Tinggalkan Jejak Negatif di 2024, Termasuk Korupsi
Bukan omong kosong, Fadli Zon mengaku sudah memberikan beberapa dokumen asli milik Presiden Soekarno di Museum Muhammadiyah. Selain proklamator, Soekarno dikenal sebagai kader Muhammadiyah bersama sang istrti Fatmawati.
"Saya memiliki berbagai arsip surat dari Soekarno, termasuk dokumen penandatanganan Soekarno sebagai Ketua Dewan Pengajaran Muhammadiyah pada tahun 1938–1940, ketika beliau diasingkan di Bengkulu. Saya juga mengoleksi berbagai majalah awal Muhammadiyah, seperti Pancaran dan Suara Muhammadiyah," jelasnya.
Fadli Zon juga berencana menyumbangkan sebagian koleksi tersebut ke museum itu. Selain itu, ada mesin cetak dari Karangkajen, tempat Kiai Ahmad Dahlan yang juga akan disumbangkannya.
Selain itu Fadli berjanji mengumpulkan artefak sesuai dengan tema museum tersebut. Misalnya transkrip sidang besar BPUPKI pada 14 Juli 1945, yang mencatat percakapan tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam sidang tersebut, termasuk pandangan dari Ki Bagoes Hadikoesoemo dan lainnya.
"Saya akan menyerahkannya untuk memperkaya koleksi museum ini. Salah satu mesin cetak sudah ada di sini, sementara dua lainnya saya simpan di Sumatera Barat dan Jakarta," ujarnya.
Sementara Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap pemerintahan Prabowo Subianto ikut dalam membangun karakter dan nilai-nilai bangsa melalui museum. Dengan adanya museum ini, Muhammadiyah bekerja sama dengan pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran sejarah dan budaya, terutama bagi generasi muda.
"Saat ini, minat masyarakat terhadap museum, perpustakaan, dan toko buku masih kalah dibandingkan dengan pusat rekreasi dan mal. Kita tentu menghargai orang-orang yang ingin berekreasi, tetapi jika ingin menjadi bangsa yang maju, kita harus mulai lebih sering mengunjungi museum, perpustakaan, dan toko buku sebagai bentuk kesadaran akan ilmu, sejarah, dan budaya bangsa," tandasnya.
Melalui museum dan kesadaran budaya, Muhammadiyah ingin membangun Indonesia yang berakar pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Semua ini harus dikapitalisasi menjadi sistem pengetahuan.
Oleh karena itu, museum, perpustakaan, dan buku harus menjadi sarana utama dalam membangun peradaban bangsa. Dengan komitmen Kemenbud, Indonesia bisa menjadi bangsa yang lebih cerdas, sadar sejarah, dan berorientasi pada kemajuan.
"Kita masih tertinggal dalam aspek ini dibandingkan bangsa lain. Misalnya, hanya satu dari seribu orang Indonesia yang memiliki minat baca tinggi. Tidak ada bangsa yang bisa maju tanpa pendidikan dan pengetahuan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi