SuaraJogja.id - Gulurejo, Lendah, Kulon Progo menjadi salah satu wilayah lumbung pangan andalan di Bumi Binangun. Area ini menyimpan potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
Namun di balik produktivitas tinggi itu, para petani di Dusun Bulak Rowo Jembangan masih menghadapi sejumlah tantangan serius.
Salah satu yang utama yakni genangan air akibat pendangkalan sungai yang belum tertangani.
Hal ini diakui oleh Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan. Dia bilang bahwa Gulurejo menjadi salah satu wilayah dengan cadangan pangan yang tinggi.
Baca Juga:Pantau Penyerahan THR dari Perusahan ke Karyawan, Ini Kata Bupati Kulon Progo
Namun kendala berupa genangan air di Bulak Rowo Jembangan saat hujan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
"Ini perlu penanganan secepatnya. Kami sudah berkoordinasi dengan BBWSSO dan Pemda DIY. Sekitar 3 tahun, tapi belum mendapat satu sentuhan normalisasi sungai Rowo Jembangan," kata Agung saat acara wiwitan dan panen raya padi di Bulak Rowo Kembang, Gulurejo, Lendah Kulon Progo, Kamis (10/4/2025).
Tidak hanya normalisasi sungai, Agung bilang, dukungan dalam bentuk yang lain perlu dimaksimalkan. Termasuk untuk memberikan alat-alat pertanian sederhana yang lebih memadai.
Hal ini dapat turut mendukung kemunculnya petani milenial yang telah menekuni pertanian yang mengarah pada berbagai komoditas mulai dari cabai, semangka dan nelon.
"Kami menyambut progam yang ada, pendidikan taruna tani. Alhamdulillah bisa dilaksanakan di Kulon Progo, ada 50 peserta per periodenya," ungkapnya.
Baca Juga:Harga Kebutuhan Pokok di Kulon Progo Aman Terkendali jelang Lebaran 2025, Ini Buktinya
![Banjir bandang menerjang Desa Kota Tua dan Desa Simaninggir, Kecamatan Tano Tombangan Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu (18/12/2024). [Dok.Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/20/46262-sawah-terendam-banjir.jpg)
Lurah Gulurejo, Bejo Santoso mengatakan, pihaknya telah berhasil mencetak sawah baru seluas 5,16 hektare di Bulak Rowo Jembangan.
Secara total lahan pertanian pada di Gulurejo mencapai 115,16 hektare.
"Secara total yang bisa ditanami padi ada 110 hektar, ditambah 5,16 Hektar di Bulak Rowo Jembangan ini," ucap Bejo.
Namun demikian, kata Bejo untuk Bulak Rowo Jembangan, masih menghadapi masalah berupa hilir pembuangan air hujan. Air sungai di Rowo Jembangan menumpuk.
Sehingga saat musim hujan air bahkan bisa menggenang hingga 3-4 hari. Dia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian serius terkait kondisi tersebut.
"Maka dari itu kami memohon agar bisa dilakukan normalisasi sungai akibat pendangkalan dan penguatan tanggul Rowo Jembangan. Di Sungai Rowo Jembangan juga ada beberapa jembatan dan bendungan, yang juga terkena dampak abrasi dan pendangkalan," terang Bejo.
Sementara itu, Assek II Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Setda DIY, Tri Saktiyana mengatakan, permasalahan di Rowo Jembangan harus menjadi perhatian.
Pendangkalan dan penyempitan alur air, berdampak pada ratusan hektar di Sentolo dan Lendah.
Disampaikan Tri, Gubernur DIY telah berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan pangan agar terbebas dari impor pangan khususnya beras dan produk lainnya.
Dalam kesempatan ini, Tri turut menyampaikan pesan dari Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X bahwa rintangan bukanlah penghalang melainkan tempaan untuk menjadi sejahtera mencapai tujuan.
Tantangan ini menjadi pemicu untuk menyusun ulang strategi tata air memperkuat sinergi antar lembaga dan membangun kesadaran kolektif dalam menjaga ekosisitem pertanian. Sebab apabila drainase diperbaiki bukan hanya air yang mengalir tapi juga asa dan harapan.
"Saat air menggenang, bukan hanya panen yang hilang namun juga penghidupan dan masa depan. Tantangan ini harus jadi pemicu menyusun ulang strategi tata air, memperkuat sinergi dan membangun kesadaran terkait ekosistem pertanian. Jadi harus ada perhatian khusus, pendekatan harus secara teknis dan partisipatif," ungkap Tri.