SuaraJogja.id - Meski sudah banyak yang masuk tahanan, perangkat desa di Yogyakarta kembali tersandung kasus Tanah Kas Desa (TKD). Kali ini Lurah Trihanggo, Kapanewon Gamping, Sleman, PFY dan seorang pengusaha kelab malam berinisial ASA jadi tersangka kasus TKD.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X buka suara terkait kasus penyalahgunaan TKD yang menjerat perangkat desa tersebut. Ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (17/4/2025), Sultan menyampaikan kekesalannya pada kasus tersebut. Padahal mestinya kepala desa semestinya memahami aturan pemanfaatan TKD, termasuk prosedur perizinan yang melibatkan persetujuan Keraton dan Gubernur.
"Sudah tahu kalau lurah itu, wong SK Gubernur aja sudah saya ubah harus tanda tangan gubernur kok. Sebelum tanda tangan gubernur, harus izin pemilik tanah keraton dulu" paparnya.
Menurut Sultan, pemanfaatan TKD mestinya melalui sejumlah persyaratan. Siapapun harus mengikuti prosedur formal sebelum pemanfaatan TKD.
Baca Juga:Dirut Perusahaan Tambang Tersangka Baru Korupsi Urug Tol di Gunungkidul
Sultan pun menegaskan tidak ada permintaan ijin pemanfaatan dari TKD di Trihanggo. Apalagi TKD tersebut diketahui dibangun sebagai kelab malam.
“Kalau begitu Keraton tanda tangan, saya juga tanda tangan, kan gitu. Kalau tidak melalui proses ini ya jelas bertentangan. Ndak ada permintaan izin untuk tanah ndak ada, kalau sekarang dibangun ya bertentangan,” tegasnya.
Karenanya meski ada perangkat desa yang terjerat kasus TKD, Sultan menegaskan proses hukum harus berjalan. Sultan pun menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kejaksaan.
"Ya sudah biar berproses [hukum]. Kan pasti harus ada izin kepala daerah, tapi saya kan ga pernah menandatangani permintaan [ijin] itu," tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Sleman menetapkan dua tersangka dalam kasus TKD, yakni Lurah Trihanggo, PFY dan ASA, pemilik kelab malam. Keduanya menyalahi ijin TKD dengan membangun klab malam di lahan seluas 25.895 meter persegi di Padukuhan Kronggahan I.
Baca Juga:Pembangunan Tol Jogja-Solo Capai 97 Persen, Ini Kendala Terakhirnya
Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto dalam keterangannya kepada media menyatakan, penyelidikan kasus ini dimulai sejak 2024. Sebelumnya pemeriksaan terhadap 32 saksi dilakukan sebelum statusnya naik ke penyidikan.