SuaraJogja.id - Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong inklusi digital bagi kelompok lanjut usia (lansia) di tengah pesatnya transformasi digital.
Upaya ini diwujudkan melalui peluncuran hasil survei Most Significant Changes dari program Tular Nalar bertajuk "Menyelamatkan Masa Tua di Linimasa", yang digelar di Sleman, Rabu (7/5/2025).
Presidium Mafindo, Syifaul Arifin, menyampaikan bahwa teknologi memiliki peran vital layaknya api tidak bisa dijauhkan dari kehidupan modern.
Ia menekankan pentingnya prinsip no one is left behind dalam setiap langkah digitalisasi, termasuk memastikan partisipasi aktif para lansia.
Baca Juga:Lansia di Sleman Membludak, Pemkab Resmikan Sekolah Khusus agar Tetap Produktif
"Lansia bukan sekadar objek dalam transformasi digital. Mereka ingin didengar, ingin terlibat, dan punya banyak cerita yang layak dibagikan," ujar Syifaul.
Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas lansia masih mengandalkan media tradisional seperti televisi dan radio.
Namun, berkat dukungan keluarga dan komunitas, semakin banyak lansia yang mulai menjelajah ruang digital. Bahkan, sebagian sudah membagikan cerita keluarga melalui konten audio-visual di media sosial.
Salah satu kisah inspiratif datang dari seorang ibu lansia yang aktif di TikTok dan berhasil menginspirasi ribuan pengguna.
Dunia digital kini menjadi ruang baru untuk berbagi cerita, membangun koneksi antar generasi, dan bahkan menjadi media penyembuhan emosional.
Baca Juga:Keluarga Lansia Korban Tabrak Lari Terima Keadaan, Begini Kelanjutan Nasib Pelaku
Meski begitu, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Rasa malu, rendahnya kepercayaan diri, serta keterbatasan teknis menjadi kendala utama bagi lansia.
Namun, semangat mereka untuk belajar terus tumbuh. Banyak lansia kini rutin mengikuti pelatihan literasi digital guna memahami dunia teknologi lebih dalam.
Program Manager Tular Nalar, Giri Lumakto, menambahkan bahwa pendekatan edukasi digital disesuaikan dengan karakter lansia itu sendiri.
Mafindo turut menggandeng komunitas lokal seperti Bengdi untuk memetakan dan menjangkau kelompok sasaran secara tepat.
"Sampai saat ini, kami telah mendampingi lebih dari 200 lansia. Kami mengenalkan teknologi secara bertahap, dengan pendekatan yang membuat mereka merasa nyaman, seperti mengenang era kejayaan radio dan televisi," jelas Giri.
Ia menegaskan bahwa literasi digital kini menjadi kebutuhan dasar, bukan lagi pilihan. Mafindo berkomitmen memperluas program ini secara inklusif dan partisipatif, sesuai amanat bangsa sejak 1945: tidak ada satu pun warga negara yang tertinggal, termasuk dalam dunia digital.
Program Officer Tular Nalar, Dwitasari Teteki Bernadeta, juga menegaskan bahwa perhatian terhadap lansia adalah tanggung jawab bersama.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa Mafindo akan terus konsisten mendampingi serta memberdayakan lansia agar semakin percaya diri di era digital.
Tak dipungkiri angka literasi masyarakat di Indonesia cukup buruk. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak orang yang bisa membaca namun tak paham dengan apa yang mereka baca.
Hal ini nyaris dialami beberapa generasi muda. Namun begitu, lansia juga harus mendapat perhatian agar mereka masih bisa memahami apa yang mereka baca.
Bukan tanpa alasan, dari literasi sebuah negara bisa terlihat bagaimana masyarakat berkembang. Pasalnya miss leading dan persepsi yang salah kerap menjadi persoalan di negara berkembang seperti Indonesia.
Di sisi lain kondisi masyarakat Indonesia sebagai pengguna media sosial terbesar kedua juga bisa menjadi kekhawatiran.
Pasalnya informasi di media sosial terkesan tak lengkap dan hanya selintas. Masyarakat akan lebih baik diarahkan untuk mendapat informasi dari media-media yang memiliki kredibilitas.
Namun dalam beberapa kondisi, masyarakat yang enggan untuk mencari sumber berita atau informasi dari media mainstream justru lebih percaya dengan media sosial.