Sertifikat Digadai, Rumah Dilelang: Kisah Pilu Guru Honorer Sleman Dibekuk Mafia Tanah

Hedi sempat menempuh jalur perdata untuk menggugat SJ, SH, dan pihak bank ke PN Sleman.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 14 Mei 2025 | 15:36 WIB
Sertifikat Digadai, Rumah Dilelang: Kisah Pilu Guru Honorer Sleman Dibekuk Mafia Tanah
Objek yang masih menjadi sengketa di Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman saat didatangi ke lokasi, Rabu (12/5/2025). [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - Seorang guru honorer di Sleman, Hedi Ludiman (49) masih berjuang melawan mafia tanah.

Perjuangan ini sudah berlangsung bahkan setidaknya selama 12 tahun lebih.

Selama belasan tahun itu, ia mencoba untuk merebut kembali sertifikat tanah dan rumah milik istrinya, Evi Fatimah (38) yang hingga sekarang masih dikuasai oleh mafia tanah.

Objek sengketa itu berupa tanah warisan seluas 1.475 meter persegi dan bangunan rumah di Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman.

Baca Juga:Berbah Sleman Akhirnya segera Punya SMA Negeri, Warga Tak Perlu Sekolah ke Kecamatan Lain

Adapun tanah tersebut merupakan tanah warisan.

Nilainya kini jika ditaksir mencapai Rp5 miliar. Namun, sayangnya sertifikat tanah itu masih raib.

Kasus bermula pada 2011 saat Evi bertemu dua orang calon penyewa rumah berinisial SJ dan SH.

Mereka mengaku ingin mengontrak rumah untuk usaha konveksi selama lima tahun dengan nilai total Rp 25 juta atau Rp5 juta per tahun.

Kesepakatan pun telah terjadi. SJ dan SH mulai menempati rumah kontrakan itu pada 2012.

Baca Juga:Ruang Bernafas di Tengah Kepadatan: RTP Gatotkaca Jadi Solusi Kumuh di Mrican

Ketika itu, dua orang tersebut membujuk Evi sehingga mau memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan sebelum menempati rumah.

Evi yang tak menaruh curiga menyerahkan sertifikat tanah itu pada kedua orang itu tepatnya awal Agustus 2011.

Sembari kedua pengontrak rumah itu membayar uang kontrakan secara bertahap terhitung dari Agustus-Desember 2011.

"Sertifikat sudah saya serahkan ke SJ dan SH karena kan dia ngasih uang saya kan sebagai untuk kepercayaan karena dia takut saya lari. Jadi buat jaminan karena mau menyerahkan uang Rp 25 juta," kata Evi.

Tak lama setelah itu, Evi diajak ke kantor notaris di Kalasan, Sleman, untuk menandatangani dokumen.

"Yang ditandatangani itu tidak tahu [apa], katanya kan perjanjian kontrak mengontrak [rumah]," tambah Hedi .

Evi bahkan tak diperbolehkan membaca surat yang ditandatangani.

"Setengah kaya digendam atau dipaksa. Pada waktu itu ini [Evi] masih muda jadi enggak tahu apa itu notaris, enggak tahu," imbuhnya.

Masalah mulai muncul pada Mei 2012 tepatnya saat pihak bank datang memberi kabar bahwa sertifikat telah diagunkan dengan pinjaman Rp300 juta dan kreditnya macet.

Hedi Ludiman korban dugaan mafia tanah di Sleman saat ditemui di rumahnya, Rabu (14/5/2025). [Hiskia/Suarajogja] (49)
Hedi Ludiman korban dugaan mafia tanah di Sleman saat ditemui di rumahnya, Rabu (14/5/2025). [Hiskia/Suarajogja] (49)

"Pas gadaikan sertifikat itu posisi atas nama istri saya. Jadi posisi balik nama dengan menggadaikan itu sama 26 Agustus 2011. Setelah serahkan sertifikat langsung digadaikan sama dibalik nama," ujar Hedi.

Saat dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), sertifikat ternyata sudah beralih nama ke SJ sejak 26 Agustus 2011.

Tak terima dengan hal itu, Hedi lalu melaporkan kasus ini ke Polres Sleman. Singkatnya pada 2014, SH berhasil ditangkap hingga divonis dengan hukuman 9 bulan penjara atas kasus penipuan dan penggelapan.

Namun, SJ hingga kini masih buron. Dari persidangan, terungkap ada kuasa jual hingga akta jual beli dan KTP palsu yang digunakan untuk memindah nama sertifikat.

"Istri saya tidak pernah menyerahkan KTP asli. Ternyata dilegalisir oleh notaris," tuturnya.

Notaris tersebut kemudian dilaporkan ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) notaris.

Disampaikan Hedi, notaris tersebut pun benar sudah dinyatakan bersalah secara etik.

Hedi sempat menempuh jalur perdata untuk menggugat SJ, SH, dan pihak bank ke PN Sleman. Namun, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijk Verklaard (NO).

Hedi bilang salinan putusan itu bermasalah karena berisi gugatan orang lain.

Tak lama kemudian, pengacara Hedi mengundurkan diri. Laporan ke Ditreskrimsus Polda DIY pun berakhir dengan SP3.

Meski SH telah dipidana, sertifikat tanahnya tak kunjung kembali.

"Tidak ada [putusan sertifikat kembali], kan NO. Pengacara juga lari, saya mencari pengacaranya tidak berani kalau banding ini," ucapnya.

Upaya Hedi mendapatkan keadilan soal tanah istrinya tidak berhenti di situ.

Pada 2017, Hedi tetap mengejar SJ, tetapi berkas kasusnya sempat dinyatakan hilang oleh polisi dan kini tengah dibuat ulang.

"Sekarang lagi pemberkasan baru, berkas ulang," tuturnya.

Ironisnya, meski sertifikat telah diblokir oleh BPN, bank tetap melakukan proses lelang.

Sertifikat bahkan kini tercatat atas nama seseorang berinisial RZA, yang menurut penelusuran Hedi adalah oknum kejaksaan.

"Kan diblokir di BPN, ternyata dalam prosesnya dibalik lagi. Dari SJ ke orang bernama RZA. RZA tak cek di Facebook orangnya penjual mobil. Ada tulisan pegawai kejaksaan. Ternyata pegawai kejaksaan. Ini ada bukti," ungkapnya.

Hedi pun sebelumnya sudah pernah bertemu dengan RZA.

Tetapi saat itu RZA mengaku pada tidak tahu jika ternyata tanah ini bermasalah.

Hingga terakhir pada 2024 kemarin, sertifikat tanah itu masih atas nama RZA.

Bapak tiga orang anak ini berharap ada perhatian dari pemerintah dan DPR RI terkait persoalan ini, yang paling penting adalah sertifikat tanah milik istrinya dapat segera kembali.

"Kalau bisa saya ingin ke DPR Komisi III untuk mengadukan, karena saya sendiri. Saya bertarung sendiri melawan mafia. Sangat berat," tegasnya.

"Harapan saya untuk mengembalikan sertifikat atas nama istri saya," sambungnya.

Sementara itu terpisah, Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, membenarkan SJ masih dalam pencarian.

"Untuk penanganan kasus penipuannya sudah inkrah satu pelaku dan satu pelaku lagi masih DPO," ujar Riski.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak