Angkat Bicara, Yayasan Ponpes Ora Aji Bantah Ada Penganiayaan, Begini Kronologi Peristiwanya

Penganiayaan itu dialami santri berinsial KDR (23) karena diketahui sempat mencuri dan melakukan vandalisme.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 31 Mei 2025 | 15:46 WIB
Angkat Bicara, Yayasan Ponpes Ora Aji Bantah Ada Penganiayaan, Begini Kronologi Peristiwanya
Kuasa hukum Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Adi Susanto (kiri) dan Dwi Yudha Danu selaku Ketua Yayasan Ponpes Ora Aji (kanan), saat memberikan keterangan kepada wartawan, Sabtu (31/5/2025). [Hiskia/Suarajogja]

Adi mengakui sempat terjadi kontak fisik antara KDR dan 13 orang lainnya. Namun, menurutnya, kejadian itu terjadi secara spontan saja.

Maksud dan tujuannya sebagai bentuk teguran moral antar santri, dan tidak dapat disebut sebagai tindakan pengeroyokan.

Ia menilai narasi bahwa korban diikat, disetrum, dan dicambuk dengan selang terlalu dilebih-lebihkan.

Kasus itu mencuat setelah korban KDR kemudian dijemput oleh sang kakak dan meninggalkan ponpes.

Baca Juga:Santri Disiksa di Ponpes Gus Miftah: Diduga Dianiaya 13 Orang, Alami Trauma

"Nah, dari sejak saat itu kita sudah tidak ada lagi komunikasi sampai tiba-tiba muncul yang namanya laporan di Polsek Kalasan," ujarnya.

Saat ini, disampaikan Adi, 13 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu masih berstatus sebagai santri di ponpes asuhan Gus Miftah itu.

Sementara korban KDR sudah tidak berada di ponpes lagi usai kejadian itu.

Mediasi Gagal

Adi bilang yayasan telah berusaha memfasilitasi perdamaian antara korban KDR dan para santri yang merasa dirugikan.

Baca Juga:Berbagi Kebahagiaan tanpa Batas, The Kharma Villas Rayakan Ramadan bersama Santri Tunarungu Darul Ashom

Namun, upaya tersebut gagal karena pihak keluarga korban menuntut kompensasi dalam jumlah besar.

"Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara [KDR] ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri," kata Adi.

Menurutnya, nominal yang diminta keluarga tak mungkin dipenuhi oleh para santri yang mayoritas berasal dari keluarga kurang mampu.

Sebagai alternatif, yayasan sempat menawarkan bantuan senilai Rp20 juta untuk pengobatan, namun tawaran itu ditolak.

"Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal, gagal dan gagal," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak