Sampah Jadi Emas: Kisah Sukses Warga Jogja Sulap Limbah Organik Jadi Pupuk Kompos Bernilai Jual

Disampaikan Sumarsini, pupuk kompos olahan sendiri itu bahkan sudah dimanfaatkan warga pada seluruh tanaman.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 15 Juni 2025 | 17:41 WIB
Sampah Jadi Emas: Kisah Sukses Warga Jogja Sulap Limbah Organik Jadi Pupuk Kompos Bernilai Jual
Ketua Kelompok Tani Subur Makmur Lestari, Sumarsini saat menunjukkan biopori jumbo yang berada di dekat rumahnya. (dok.Istimewa)

"Ada juga tanaman toga seperti jahe, kencur dan masih banyak lagi komoditas lainnya," ucapnya.

Selain untuk anggota kelompok dan warga sekitar, hasil panen kelompok tani ini juga digunakan sebagai bahan dasar masakan di beberapa katering.

"Kalau untuk pupuk komposnya sendiri belum kami jual, karena memang 250 kg ini hanya cukup untuk semua tanaman kita," ungkapnya.

Sumarsini mengungkapkan apa yang dilakukannya bersama anggota kelompok tani lainnya adalah sebuah bentuk dukungan terhadap berbagai program Pemkot Yogyakarta.

Baca Juga:Duta Pariwisata Baru, Rizky Nur Setyo dan Salma Wibowo Terpilih jadi Dimas Diajeng Kota Jogja 2025

Yang pertama adalah pengolahan sampah berbasis kewilayahan.

Dengan ini seluruh sampah organik yang berada di RW 05 sudah terserap habis kedalam biopori jumbo.

"Bentuk dukungan lainya adalah program ketahanan pangan serta dukungan terhadap program peningkatan ekonomi kewilayahan," ujar dia.

Seperti diketahui, Sejak 5 Maret 2024, TPA Piyungan ditutup bertahap, dan kini Kota Jogja menerapkan decentralized waste management (pengelolaan sampah mandiri di tingkat kota/kabupaten).

DLH Kota mengembangkan beberapa TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) di Karangmiri, Nitikan, dan Krangon dengan kapasitas sekitar 20–40 ton per TPST.

Baca Juga:Bangun Insinerator Swadaya, Warga Kricak Kidul Sulap Sampah Residu jadi Energi

Setelah tutupnya TPA, beberapa TPS di wilayah kota menjadi meluber dan menimbulkan bau serta lalat—aparat setempat bahkan menutup depot-depot seperti Lempuyangan dan Mandala Krida sementara.

Pemerintah menyiapkan 3–4 zona penampungan sementara, termasuk di Cangkringan, untuk jangka waktu hampir 40 hari pasca-penutupan.

Namun upaya tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan.

Tak sedikit kelompok warga memanfaatkan biopori rumah tangga.

Sejauh ini banyak yang telah menerapkan hal ini. Namun di Kota Jogja tak semua warga memiliki lahan luas untuk membuat biopori.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini