SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan indikasi praktik jual beli seragam sekolah yang dilakukan saat proses daftar ulang peserta didik baru di tiga sekolah negeri di wilayah Sleman.
Koordinator Tim Pengawasan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) ORI DIY 2025, Mohammad Bagus Sasmita, menjelaskan bahwa temuan ini mencakup satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri.
"Untuk MAN ada satu sekolah, dan kami akan menurunkan tim guna meminta klarifikasi langsung. Sedangkan dua lainnya adalah SMP di wilayah Kabupaten Sleman," ujar Bagus saat dihubungi pada Senin (21/7/2025).
Menanggapi dugaan praktik jual beli seragam di MAN tersebut, ORI DIY telah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) DIY.
Baca Juga:10 Pilar Tol Jogja-Solo 'Diputar' di Atas Ring Road, Ini Canggihnya Teknologi Sosrobahu
Hasil klarifikasi awal menyatakan bahwa Kanwil Kemenag telah meminta pihak madrasah menghentikan aktivitas penjualan seragam yang dijual dalam bentuk paket seharga hingga Rp1,8 juta.
"Pihak Kemenag juga menyampaikan akan memberikan teguran tertulis kepada kepala madrasah agar tidak lagi melakukan penjualan seragam maupun bahan seragam," tambah Bagus.
Sementara itu, laporan dari dua SMP negeri di Sleman menunjukkan bahwa penawaran pembelian seragam dilakukan saat daftar ulang, dengan harga mencapai Rp1,5 juta per paket, yang terdiri dari 12 item seperti seragam utama, dasi, dan ikat pinggang.
"Total sekitar Rp1,5 juta per paket. Isinya lengkap, mulai dari seragam, dasi, ikat pinggang, dan beberapa item lainnya," jelasnya.
Dari hasil pendalaman ORI DIY, pihak sekolah sempat menyampaikan kesediaan untuk mengembalikan pesanan seragam kepada orang tua siswa dan menyarankan pembelian dilakukan secara mandiri.
Baca Juga:Sleman Perluas Jangkauan Bus Sekolah Gratis: Prioritaskan Lereng Merapi & Prambanan
Namun demikian, dalam perkembangan terbaru, ditemukan adanya dalih berupa surat permohonan dari orang tua siswa yang dijadikan alasan oleh pihak sekolah untuk tetap menjual seragam.
Menurut ORI DIY, praktik penjualan seragam oleh sekolah melanggar sejumlah regulasi, termasuk Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014, Surat Edaran dari Mendikbudristek, serta Surat Edaran Gubernur DIY yang secara tegas melarang sekolah menjual atau memfasilitasi penjualan seragam kepada peserta didik.
"Informasi yang kami terima menunjukkan bahwa praktik penjualan seragam masih terjadi di beberapa sekolah lainnya," kata Bagus.
Ia menambahkan bahwa ORI DIY bersama instansi pendidikan terkait telah memberikan sosialisasi sebelumnya mengenai larangan pungutan semacam ini, khususnya sebelum dimulainya proses penerimaan siswa baru.
"Seharusnya pihak sekolah sudah paham dan hafal dengan regulasi ini. Namun sering kali mereka berdalih bahwa hal ini dilakukan atas permintaan orang tua siswa, yang kerap dijadikan pembenaran," tutupnya.