SuaraJogja.id - Tumpukan sampah kembali menjadi pemandangan yang memprihatinkan di sejumlah depo dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di wilayah DIY.
Persoalan ini dipicu oleh penghentian sementara kerja sama Pemda DIY dengan beberapa pihak swasta yang sebelumnya membantu pengangkutan dan pengelolaan sampah.
"Memang awal tahun depo sudah mulai kosong, tapi beberapa waktu ini isi kembali karena diakibatkan ada penertiban jasa pengelolaan sampah swasta, terutama dengan kota [jogja] sehingga berdampak pada sampah yang kembali menumpuk di depo dan TPS," papar Kepala Dinas Lingjkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo di Yogyakarta, Rabu (23/7/2025).
Menurut Kusno, penertiban jasa pengelolaan sampah swasta dilakukan bukan tanpa sebab.
Baca Juga:Rahasia Jogja Kurangi Sampah Hingga 70 Persen: Insentif Penggerobak jadi Kunci
Pemda menilai ada persoalan legalitas dari pengelola sampah swasta, terutama masalah perizinan operasional yang belum dipenuhi mitra swasta.
"Ya, ada penertiban. Misalnya, lost itu harus memenuhi ketentuan. Harus ada izinnya. Kalau belum ada izin, ya kerja samanya dihentikan dulu," jelasnya.
Dicontohkan Kusno, salah satu kelompok usaha pengelola sampah di Panggungharjo, Bantul yang dihentikan ijin usahanya.
Sejumlah pengelola sampah swasta tersebut diminta segera mengurus izin operasionalnya.
"Kami minta agar pihak-pihak swasta yang belum mengurus izin segera menyelesaikan administrasinya," tandasnya.
Baca Juga:Inisiatif Warga Kunci Sukses Koperasi Merah Putih, Sultan HB X: Jangan Cuma Manut Pemerintah
Menurut Kusno, penertiban ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan sampah di wilayah DIY yang saat ini tengah berproses menuju sistem desentralisasi.
Meski diakui Kusno, penghentian kerja sama ini secara langsung berdampak pada pengangkutan sampah dari depo dan TPS ke tempat pengolahan.
Di lapangan, sejumlah depo terlihat mengalami penumpukan, bahkan hingga sepertiga atau setengah dari kapasitas normal.
Penumpukan sampah tidak hanya terjadi di wilayah Kota Yogyakarta namun juga Sleman dan Bantul.
Padahal tiga kabupaten/kota tersebut selama ini berbagi beban pengelolaan sampah dengan Pemda DIY.
Kusno menambahkan, saat ini kinerja TPS3R maupun TPST belum sepenuhnya optimal. Karenanya Pemda meminta mereka meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah.
"Kemarin ada TPST yang hanya mampu mengolah lima ton per hari, sekarang sedang kami dorong agar bisa meningkat sampai 10 ton. Beberapa depo, kata dia, sudah mulai memperlihatkan perbaikan, meski belum menyeluruh," ungkapnya.
Meski sejumlah layanan dihentikan, bukan berarti seluruh aktivitas pengangkutan sampah swasta berhenti total.
Menurut Kusno, layanan pengangkutan dari rumah ke rumah oleh armada keliling masih tetap berjalan.
Kalau mobil keliling yang mengambil langsung dari warga, itu tetap jalan. Yang kami hentikan sementara itu layanan yang lebih besar, yang belum ada izin," jelasnya.
Kusno menyebut, DLHK DIY juga masih membuka opsi pemanfaatan TPA Piyungan sebagai solusi darurat.
Namun pengiriman ke Piyungan tidak dilakukan setiap hari dan harus melalui mekanisme resmi, yakni pengajuan surat permintaan dari kepala daerah ke Pemda DIY.
Hingga Juli 2025 ini, seluruh wilayah, termasuk Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul masih tercatat mengakses TPA Piyungan untuk keperluan evakuasi sampah darurat.
"Evakuasi ke Piyungan bukan harian. Itu sifatnya darurat dan berdasarkan surat permohonan dari daerah ke provinsi," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi