SuaraJogja.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melakukan uji coba pemilahan sampah langsung di sejumlah depo yang ada di wilayahnya.
Hal ini sebagai upaya mencari formula terbaik untuk memecahkan masalah sampah yang belum terselesaikan.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menuturkan setidaknya uji coba itu telah dilakukan selama sepekan terakhir.
Uji coba sistem pemilahan sampah itu dilakukan di empat depo yang ada yakni Depo Mandala Krida, Lapangan Karang, THR Purawisata Jalan Brigjen Katamso, dan Depo Kotabaru di selatan Kantor RRI.
Baca Juga:Korban Scammer Kamboja Akhirnya Pulih: Dinsos DIY Kawal Kasus Hingga Tuntas
Uji coba itu setidaknya menjangkau 21 kelurahan dari empat depo. Diungkapkan Hasto, pemilahan itu bakal melalui metode padat karya.
"Uji coba pemilahan sampah di Depo dilakukan untuk menekan volume sampah yang diangkut ke Unit Pengelolaan Sampah [UPS]. Dengan mengerahkan pemilah, melalui metode padat karya, nanti dilihat seperti apa penurunan sampahnya," kata Hasto, Selasa (22/7/2025).
Guna semakin mendorong upaya pemilahan sampah tersebut, Pemkot Jogja juga mulai menerapkan pendekatan berbasis insentif kepada penggerobak.
Penggerobak yang tidak membawa selembar pun plastik nantinya akan diberikan apresiasi.
Hal itu sekarang baru diterapkan di Depo Kotabaru saja dengan setidaknya ada 15 penggerobak.
Baca Juga:Detik-Detik Mencekam Kebakaran Lesehan di Jogja: Plafon Roboh, Anak Sesak Napas, Ini Kesaksian Warga
"Ini yang dicoba di Depo Kotabaru, ada 15 penggerobak yang coba dikasih ketentuan untuk tidak membawa selembar plastik pun ke Depo. Tentunya diberikan apresiasi untuk memilahnya, ada reward," ujar dia.
Hasto menilai jika kombinasi pemilahan depo, penggerobak dan tingkat rumah tangga bisa memberi dampak besar terhadap pengurangan volume sampah.
Dia kemudian memberi contoh Kemantren Pakualaman sebagai wilayah yang sudah berhasil menerapkan sistem tersebut.
"Memilahnya berbasis rumah tangga, sejak di tingkat keluarga, penggerobak tidak mau mengambil kalau belum terpilah. Hasilnya yang biasanya 8 ton per hari untuk satu wilayah kemantren, sekarang bisa berkurang drastis menjadi 2,5 sampai 3 ton saja per hari," tuturnya.