Trauma 98 Mengintai? Mahasiswa Jogja Geruduk DPRD, Soroti Keterlibatan TNI dalam Aksi Massa!

Massa yang kebanyakan berbaju hitam awalnya menggelar orasi di kawasan pedestrian.

Muhammad Ilham Baktora
Senin, 01 September 2025 | 16:32 WIB
Trauma 98 Mengintai? Mahasiswa Jogja Geruduk DPRD, Soroti Keterlibatan TNI dalam Aksi Massa!
Ratusan anggota Nayantaka DIY dan Jaga Warga berjaga di kawasan Malioboro, Senin (1/9/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Ratusan massa yang mengatasnamakan Front Aliansi Mahasiswa Jogja Bergerak melakukan aksi unjukrasa di kantor DPRD DIY, Senin (1/9/2025) siang.

Kedatangan massa ke kantor wakil rakyat tersebut dijaga penuh ratusan anggota TNI.

Massa yang kebanyakan berbaju hitam awalnya menggelar orasi di kawasan pedestrian.

Namun mereka bernegosiasi dengan aparat kepolisian untuk bisa masuk ke gedung wakil rakyat tersebut.

Baca Juga:Terungkap! Aliansi Jogja Memanggil Sebut Aksi di Polda DIY Tak Terkendali Akibat Ini

Setelah diperbolehkan masuk, massa kembali berorasi
di depan gedung yang merupakan cagar budaya tersebut. Massa sempat disambut bergada yang sengaja datang di tempat tersebut serta ditemui sejumlah anggota DPRD DIY.

Dalam orasinya, massa menyoroti banyaknya TNI yang melakukan pengamanan.

Mereka menilai keterlibatan militer dalam ranah sipil melanggar norma demokrasi sekaligus menimbulkan trauma sejarah.

"Seharusnya militer tidak boleh masuk ke ranah sipil dalam pengamanan aksi demonstrasi. Hari ini, negara menunjukkan ketakutannya dengan menurunkan TNI menghadapi aksi. Ini yang kami kritik keras, apalagi kemarin saat pengesahan RUU TNI," papar Ain Dadung, salah seorang perwakilan massa disela aksi.

Keterlibatan TNI dalam aksi massa tersebut, menurut Dadung berpotensi menghidupkan kembali pengalaman kelam.

Baca Juga:Demo di UGM: Tuntut Usut Tuntas Kematian Ojol & Mahasiswa, Tolak Represi Negara!

Tragedi 1998 dikhawatirkan berpotensi terulang kali ini.

"Kami sangat menyayangkan hal ini, karena kita tahu Prabowo punya latar belakang militer. Jiwa-jiwa militeristik itu pasti akan memengaruhi gaya kepemimpinannya, yang bisa melahirkan sikap otoriter," tandasnya.

Tak hanya pengamanan aksi, massa juga menuntut reformasi total institusi negara, terutama Polri.

Sebab aparat seringkali melakukan tindakan represif hingga menimbulkan korban jiwa.

"Pada tanggal 25 [Agustus 2025] kemarin terjadi tragedi. Ada kawan-kawan kita dari ojol, Affan Kurniawan, yang ditabrak dan dilindas oleh mobil Barakuda. Di Jogja, ada juga kawan mahasiswa dari Amikom yang dipukuli polisi sampai meninggal," tandasnya.

Massa juga menolak rencana kenaikan tunjangan anggota DPR.

Walaupun Presiden Prabowo Subianto sudah menyatakan rencana pembatalan kenaikan tunjangan itu, mereka menyebut janji tersebut tidak cukup.

Apalagi saat ini kondisi ekonomi masyarakat Indonesia tengah terpuruk. Banyak masyarakat yang bahkan mengalami kesusahan untuk mencari lapangan kerja.

"Tetapi DPR malah menaikkan gaji dan mempergemuk diri mereka sendiri, tanpa melihat rakyat yang menderita. Kita belum cukup puas kalau itu hanya sebatas omongan pemerintah [membatalkan tunjangan]. Kita sudah terlalu sering menerima janji-janji dari pembuat kebijakan, tapi tidak pernah terealisasi," ujar dia.

Terkait pengamanan aksi unjukrasa, tak hanya TNI yang turun.

Sekitar 200 personel dari paguyuban lurah dan pamong kalurahan DIY atau Nayantaka DIY dan Jaga Warga ikut berjaga di kawasan Malioboro.

Ketua Nayantaka DIY, Gandang Hardjanata, mengungkapkan personel ditempatkan di sepanjang Jalan Malioboro.

Penjagaan dilakukan untuk memastikan kondisi massa tetap terkendali.

Untuk membedakan diri dengan kelompok lain, anggota Nayantaka dan Jaga Warga menggunakan pakaian peranakan.

Mereka mengenakan kain jarik dan beskap serta blangkon.

Pakaian tradisional itu tidak hanya menjadi seragam resmi. Namun juga jadi simbol kedekatan mereka dengan tradisi Keraton Yogyakarta.

"Kami bersama-sama menjaga masyarakat untuk tetap aman dan terkendali," jelasnya.

Gandang menyebut, penyampaian aspirasi boleh dilakukan namun tidak boleh dengan kekerasan.

Mereka tidak antidemo namun mestinya tidak dilakukan dengan kekerasan.

"[Unjukrasa] tetap mengedepankan dialog dan musyawarah. Jadi sesuai dengan dhawuh Ngarsa Dalem, kita tegak lurus dengan itu," ungkapnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak

Mau notif berita penting & breaking news dari kami?