"Gunungan Brama adalah tanda khusus Tahun Dal. Kehadirannya menjadi pengingat sekaligus doa bagi raja, keluarga, dan keraton," jelanya.
Garebeg Mulud Dal 1959 juga menghadirkan kirab prajurit yang mengiringi gunungan. Selain 10 bregada utama seperti Wirabraja, Dhaeng, hingga Surakarsa, tahun ini Keraton menampilkan kembali pasukan bersejarah seperti Langenkusuma (korps prajurit perempuan), Sumoatmaja, Jager, dan Suranata.
Kehadiran pasukan-pasukan tersebut bukan sekadar ornamen, melainkan upaya merekonstruksi memori sejarah panjang militer keraton yang lahir sejak abad ke-18.
Selepas Garebeg Mulud, rangkaian upacara akan ditutup dengan Bedhol Songsong pada Jumat malam di Tratag Prabayeksa.
Baca Juga:Seru! Ribuan Warga Berebut 2 Ton Apem di Acara Puncak Saparan Ki Ageng Wonolelo
"Prosesi mencabut payung ageng ini menandai berakhirnya seluruh hajad dalem," jelasnya.
Keraton Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk tertib selama mengikuti prosesi, terutama saat berebut gunungan.
Warga hanya diperbolehkan mengambil isi gunungan setelah doa selesai dan aba-aba resmi diberikan.
"Keraton juga menetapkan larangan penggunaan drone di kawasan keraton selama prosesi berlangsung, demi menghormati jalannya upacara dan menjaga keamanan arak-arakan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Baca Juga:Kraton Yogyakarta Bagikan Gunungan ke Ndalem Mangkubumen Setelah Puluhan Tahun, Ini Alasannya