- Kendaraan Maxride yang sedang beroperasi di Jogja terancam dihentikan
- Hingga kini belum ada regulasi yang sesuai dengan transportasi publik berbentuk bajaj itu
- Pemda DIY mengaku akan melarang operasi karena izin pun belum diserahkan pengelola transportasi tersebut
SuaraJogja.id - Pemda DIY melalui Dinas Perhubungan memastikan tengah menyiapkan langkah pelarangan operasional kendaraan roda tiga Maxride sebagai angkutan penumpang di Yogyakarta.
Kebijakan ini diberlakukan karena belum adanya kejelasan izin yang diurus oleh pihak operator Maxride hingga saat ini.
Kepala Bidang Angkutan Dishub DIY, Wulan Sapto Nugroho di Yogyakarta, Kamis (25/9/2025), mengungkapkan kebijakan larangan ini telah dibahas bersama pemerintah kabupaten/kota di DIY, menyusul arahan Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
"Waktu itu memang dari Pak [Pj] Sekda, atas arahan Pak Gubernur, mengumpulkan kabupaten/kota. Dalam pertemuan itu, kemudian kabupaten/kota menanggapi dengan membuat surat edaran terkait larangan [beroperasinya maxride]. Jadi kabupaten/kota sudah membuatnya," ungkapnya, Kamis.
Baca Juga:Tanah Rakyat Dijual? GNP Yogyakarta Geruduk DPRD DIY, Ungkap Bahaya Prolegnas UUPA
Menurut Sapto, secara regulasi operasional Maxride memang sulit ditempatkan.
Jika digunakan untuk angkutan umum, kendaraan roda tiga ini masuk kategori angkutan lingkungan sesuai Peraturan Menteri (PM) 117.
Artinya, kendaraan hanya boleh beroperasi di jalan lokal atau lingkungan Izin operasi ditetapkan dan dikeluarkan kabupaten/kota.
"Sebagian besar kabupaten/kota menyatakan menolak, dibuktikan dengan adanya SE itu. Jadi tindak lanjut [larangan] nya nanti dikembalikan lagi ke kabupaten/kota, apakah akan ada kawasan tertentu yang ditetapkan, atau memang sepenuhnya tidak boleh," ujarnya.
Sapto menyebut, Maxride tidak bisa masuk ke kategori angkutan lain yang sudah diatur pemerintah.
Baca Juga:Lurah Tersangka Korupsi TKD Gugat Kejati DIY: Praperadilan Panaskan Kasus Tanah Kas Desa Tegaltirto
Contohnya jika ikut skema seperti ojek online, maka harus menyesuaikan PM 112.
Namun Maxride tidak bisa masuk kategori ojek online karena PM 112 hanya mengatur kendaraan roda tiga tanpa bodi, seperti Tosa.
"Sementara Maxride ini roda tiga tapi ada bodi, jadi tidak bisa masuk ke kategori ojol," tandasnya.
Sedangkan pilihan lain untuk memasukkan Maxride ke angkutan sewa khusus (ASK) sebagaimana diatur PM 118 juga buntu. Sebab terdapat syarat teknis mesin minimal 1000 cc.
"Sedangkan Maxride hanya 250 cc, jadi tidak memenuhi syarat," jelasnya.
Menurut Wulan, peluang yang paling mungkin bagi Maxride hanyalah masuk ke kategori angkutan lingkungan.
Namun syaratnya pun cukup ketat. Maxride hanya bisa beroperasi di jalan lokal, harus terintegrasi, dan izinnya dari kabupaten/kota.
Selain aturan teknis, Dishub DIY juga menyoroti kejelasan badan hukum operator.
Saat ini, Maxride di Yogyakarta hanya memiliki dealer di kawasan Jombor.
Dealer tersebut juga melakukan penyewaan unit kepada masyarakat.
Padahal sesuai aturan, dealer tidak boleh menyewakan unit untuk angkutan umum.
Kalau mau jadi perusahaan angkutan umum pun mereka harus berbadan hukum.
"Entah koperasi atau PT, dan mengurus izin trayek atau izin lain," ungkapnya.
Sapto menambahkan, hingga kini Dishub belum menerima pengajuan izin resmi dari Maxride.
Bahkan data jumlah armada pun tidak pasti. Karena beroperasi tanpa izin, Dishub DIY belum bisa menyiapkan sejumlah sanksi.
"Untuk saat ini belum ada. Karena mereka juga belum berizin. Dulu awalnya mereka menyampaikan ada 60 unit. Tapi karena sudah cukup lama, saya belum tahu apakah sekarang bertambah atau berkurang. Kalau sudah berizin baru bisa diberikan sanksi administrasi. Kalau belum, kami tidak bisa mengintervensi," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi