- Nasib Maxride di Jogja tanpa kejelasan antara motor pribadi atau angkutan umum
- Pemda DIY menyebut aplikator Maxride tidak kooperatif
- Akhirnya aturan kendaraan roda tiga ini harus dibuat oleh kabupaten/kota
"Kalau terus tidak kooperatif, bisa saja ujungnya ada langkah hukum. Kita juga sudah koordinasi dengan Ditlantas dan kepolisian," ungkapnya.
Made menambahkan, sebenarnya Pemda DIY masih membuka kemungkinan Maxride bisa beroperasi di beberapa wilayah.
Namun pengaturan operasional Maxride harus sesuai kebutuhan dengan syarat mengurus administrasi terkait perizinan kendaraan seperti Maxride untuk mengangkut orang atau barang.
Untuk itu pemberian kewenangan perizinan mestinya di tingkat kabupaten/kota alih-alih propinsi.
Baca Juga:Maxride di Yogyakarta Makin Merajalela: Dishub Saling Lempar Tanggung Jawab
Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui urgensi penambahan angkutan warga di daerah masing-masing.
Ia mencontohkan Gunungkidul dan Kulon Progo yang masih minim jumlah angkutan umumnya. Persoalan itu yang memungkinkan Maxride bisa beroperasi di wilayah tersebut.
"Sebenarnya bukan tidak boleh, [tapi] layanannya itu mau diatur seperti apa, mungkin ada batasan layanan. Nah tinggal pengaturan, Kabupaten kota seperti apa untuk itu. Misal Gunungkidul Kulon Progo monggo saja kalau diatur kawasannya dimana, terus kalau Kota mau bagaimana, misal tidak ya tidak," tandasnya.
Sedangkan di Kota Jogja, menurut Made, sudah hampir tidak mungkin menambah moda transportasi massal seperti Maxride karena sempitnya jalan dan banyaknya transportasi yang ada.
Pemda pun akan kembali memanggil pemkab/pemkot untuk membahas dan mensosialisasikan masalah Maxride.
Baca Juga:Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
"Ya iya [harus rapat lagi], kita kan juga tidak bisa serta merta melakukan penegakan, harus ada sosialisasi. Mau kita semua yang ada di DIY, terutama di perkotaan, ada pengaturan yang baik," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi