- Sri Purnomo masih dalam kondisi sakit dan saat ini dalam penahanan Kejari Sleman
- Kasus dugaan korupsi Dana Hibah Pariwisata 2020 ini mencuat karena ada dugaan penyalahgunaan anggaran
- Hingga kini penyelidikan masih dilakukan dan Sri Purnomo ditahan Lapas Kelas II A Yogyakarta
SuaraJogja.id - Tim kuasa hukum mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, menyampaikan keberatan atas penahanan kliennya oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020.
Mereka menilai penegakan hukum seharusnya tetap menjunjung asas kemanusiaan dan praduga tak bersalah.
"Kami selaku penasihat hukum tidak henti-hentinya berharap agar pihak kejaksaan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah serta mengedepankan prinsip kemanusiaan [humanisme] dalam penegakan hukum," kata Tim Kuasa Hukum Sri Purnomo, Soepriyadi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/10/2025).
Disampaikan Soepriyadi, kliennya bersikap kooperatif sejak awal proses hukum, baik di tahap penyelidikan maupun penyidikan.
Baca Juga:Setelah Diperiksa Intensif, Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo Resmi Ditahan Terkait Kasus Korupsi
Kendati tengah mengalami gangguan kesehatan, Sri Purnomo disebut tetap memenuhi panggilan pemeriksaan dengan itikad baik.
"Meskipun kondisi kesehatannya kurang baik, namun untuk menghormati proses hukum maka klien kami hadir untuk diperiksa," ujarnya.
Pihaknya telah mengajukan permohonan agar Sri Purnomo tidak ditahan dengan alasan medis.
Menurut Soepriyadi, kliennya tengah mengidap diabetes melitus dan memiliki kista di hati berdasarkan hasil laboratorium serta pemeriksaan MRI di RSUD Sleman.
"Namun Kejaksaan tidak mempertimbangkan kondisi kesehatan klien kami," ucapnya.
Baca Juga:BREAKING NEWS: Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Pariwisata
Pertanyakan Tuduhan
Lebih lanjut, turut tim kuasa hukum mempertanyakan dasar tuduhan memperkaya diri atau orang lain yang disangkakan kepada Sri Purnomo.
"Kami dengan lantang menegaskan bahwa selama proses penyelidikan dan penyidikan atas kasus tersebut tidak ada satupun bukti dan saksi yang menunjukkan bahwa klien kami menikmati Rp1 [satu rupiah] dari dana hibah pariwisata," tegasnya.
Menurut tim kuasa hukum, jika pemberian dana hibah kepada kelompok masyarakat penerima dianggap memperkaya orang lain, hal itu harus dilihat dalam konteks kebijakan publik di masa pandemi Covid-19.
"Jika klien kami dianggap memperkaya kelompok masyarakat penerima hibah, maka menjadi bahan untuk kita renungkan bersama: sekejam itukah negara melalui aparat penegak hukum menjadikan tersangka seorang bupati yang mengambil kebijakan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena imbas Covid-19?" tuturnya.
Soepriyadi menegaskan bahwa pelaksanaan hibah pariwisata di Sleman telah mengikuti petunjuk teknis dan dikaji oleh Tim Pelaksana yang diketuai oleh Sekda Sleman saat itu.