Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 18 Desember 2019 | 16:52 WIB
Ilustrasi anak korban pelecehan seksual (Shutterstock).

Kasus Agni (2017)

Sementara itu, pengalaman pahit Agni terjadi pada medio 2017 saat ia mengikuti program KKN di Pulau Seram, Maluku. Namun, kasusnya baru mencuat ke publik sekitar setahun kemudian, setelah lembaga pers mahasiswa UGM, Balairung, memuat artikel berjudul "Nalar Pincang UGM Atas Kasus Pemerkosaan", Senin (5/11/2018).

Pada suatu malam, dilansir artikel tersebut, Agni hendak menemui teman perempuannya di rumah pondokan yang jauh dari rumah pondokan Agni tinggal. Karena malam sangat gelap sebab tak ada listrik dan banyak babi hutan berkeliaran, Agni pun mampir ke pondokan laki-laki untuk meminta ditemani ke pondokan teman perempuannya.

Namun, ternyata hujan turun dan tak kunjung reda, sementara malam makin larut, membuat Agni sungkan untuk pulang membangunkan pemilik rumah pondokan yang ia tinggali.

Baca Juga: PBSI Liburkan Atlet Jelang Natal dan Tahun Baru, Kecuali...

Dirinya lantas menuruti tawaran HS, rekan sesama mahasiswa UGM yang juga sedang menjalani KKN, untuk menginap di pondokan HS itu.

Peristiwa terjadi ketia Agni tidur. Tiba-tiba ia merasakan HS memeluknya. Namun, Agni tak berani berteriak dan memilih untuk menjauhi HS, tetapi HS menahan tubuh Agni dan memaksa Agni menuruti keinginannya. Setelah diselimuti ketakutan, Agni akhirnya berani melawan karena tak tahan lagi dipaksa HS hingga merasa kesakitan.

Kejadian ini kemudian diceritakan Agni ke temannya di Jogja hingga kemudian diketahui seluruh anggota subunit KKN Agni.

Meski menjadi korban dalam kejadian ini, Agni justru disalahkan sejumlah pihak karena dianggap merusak nama baik UGM, yang kemudian menyebabkan trauma dan depresi pada diri Agni.

Peraturan rektor tentang kekerasan seksual

Baca Juga: Kisah Pemilik Warung Derek di Balik Hotel Berbintang di Jakarta

Mei lalu, Tim Perumus Kebijakan dan Tim Teknis Legal Drafting Universitas Gadjah Mada (UGM) selesai menyusun Rancangan Peraturan Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, selama enam bulan, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan mahasiswa dan jaringan perempuan di Yogyakarta.

Load More