SuaraJogja.id - Ramadan beberapa tahun yang lalu, seorang pemuda yang tengah menjalani masa perkuliahan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta merasakan lapar. Perutnya keroncongan di pagi buta saat tiba waktunya santap sahur. Namun, ia tidak memiliki apa pun untuk disantap, hingga akhirnya ia memutuskan meminum air keran untuk mengisi perutnya.
Pada hari berikutnya, pria asal Jakarta tersebut mencoba mencari peruntungan ke sebuah tempat pembagian makan sahur gratis. Nahas, ketika ia sampai di kawasan Prawirotaman tersebut, sudah tidak ada makanan yang tersisa. Joko Taruna, begitu nama pria tersebut, akhirnya berangan-angan kelak ingin dapat berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan seperti dirinya.
"Ternyata yang dibagiin cuma 80 kotak. Akhirnya punya angan-angan aja dulu, besok suatu saat mau bikin kaya gini yang banyak," kata Joko, menceritakan impiannya pada SuaraJogja.id melalui sambungan telepon, Minggu (10/5/2020).
Tujuh tahun yang lalu, ketika sudah berkeluarga dan memiliki anak, pria yang pernah menegak air keran untuk sahur ini terketuk hati nuraninya saat mengetahui gaji guru ngaji di masjid kampungnya hanya sebesar Rp75.000 setiap bulan. Ia pun tergerak mengajak rekan-rekannya untuk memberikan uluran bantuan kepada guru ngaji tersebut.
Baca Juga: Ngga Sangka, Ini Rupanya Ponsel Favorit Pendiri Xiaomi Lei Jun
Dengan bantuan istri dan rekan-rekannya, ia kemudian memberikan bantuan berupa makanan kepada 15 orang guru ngaji. Setiap porsinya dibuat seharga Rp10.000. Gerakan tersebut terus berkembang, berikut orang-orang yang terlibat di dalamnya. Joko juga turut membantu membeli dagangan rekan-rekannya untuk dijadikan menu makanan yang disumbangkan.
Tidak berhenti di situ, Joko kembali tergerak melihat masjid Jogokariyan, yang selalu ramai dikunjungi. Ia berkeinginan agar masjid di kampungnya juga ramai dikunjungi. Akhirnya, lahirlah gerakan Jumat Berkah (Jumber), sebuah gerakan untuk memberikan makanan berat maupun ringan agar orang ramai datang ke masjid.
"Saya kan anak musik, punya kenalan orang teh. Jadi saya tanya, kalau mau sedekah beli tehnya berapa," imbuhnya.

Teh yang semula seharga Rp2.000 menjadi Rp1.000 karena digunakan untuk sedekah. Joko kembali mengajak rekan-rekannya untuk sedekah secara keroyokan dalam mewujudkan keinginannya tersebut. Ternyata, ada banyak orang yang ingin ikut mengeroyok gerakan baik tersebut.
Akhirnya, terkumpul 1.000 teh yang siap dibagikan. Berawal dari keinginan meramaikan satu masjid, kini gerakan tersebut telah tumbuh di 39 masjid. Tidak hanya teh, gerakan tersebut tumbuh hingga adanya makanan ringan yang turut dibagikan.
Baca Juga: Diterjang Corona, Luhut Klaim Ekonomi RI Tetap Terbaik Nomor 3 di Asia
Joko bersama orang-orang baik dalam kelompok bernama 'Keroyokan Sedekah' (KS) terus bergerak dalam berbagai lini kebutuhan masyarakat, mulai dari bencana alam hingga bedah rumah. Keroyokan Sedekah bahkan turut mendirikan TPA di wilayah Gunungkidul yang kini memiliki 120 santri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Pembayaran Listrik Rumah dan Kantor Melonjak? Ini Daftar Tarif Listrik Terbaru Tahun 2025
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
Terkini
-
Batik Tulis Indonesia Menembus Pasar Dunia Berkat BRI
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin