SuaraJogja.id - Gemercik air yang tumpah di sebuah guci pada siang itu menjadi pemecah keheningan Ponpes Waria Al-Fatah Yogyakarta. Lokasi yang bertempat di perbatasan Kota Yogyakarta dan Bantul tersebut merupakan jujugan waria yang masih berkeyakinan bahwa Tuhan adalah Dzat yang bisa menunjukkan jalan terang untuk kehidupan mereka.
Masuk ke dalam Ponpes tersebut hanya bisa dilewati sepeda motor. Warga yang ingin berkunjung harus melintasi gang sempit dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor.
Ornamen pintu dengan ukiran Jawa berwarna hijau merupakan hal pertama kali yang terlihat ketika memasuki rumah yang disulap untuk kegiatan agama dan pembelajaran waria di Yogayakarta ini. Tikar panjang digelar saat sejumlah wartawan meminta izin berbincang dengan pengelola ponpes tersebut.
Shinta Ratri, transpuan yang juga Ketua Ponpes Waria Al-Fatah Yogyakarta itu dengan ramah mempersilakan kami masuk. Menunggu lebih kurang 10 menit, Shinta Ratri muncul dengan memberikan sebuah buku tamu untuk diisi.
Ponpes yang secara geografis terletak di Banguntapan, Bantul ini nampak sepi akibat tidak adanya aktivitas lantaran Covid-19. Seluruh aktivitas berupa pengajian dan pembahasan agama lain dilakukan secara daring.
"Sekarang aktivitasnya kami batasi, mengingat kondisi seperti ini mau tidak mau harus mengikuti anjuran pemerintah. Potensi berkumpul dalam satu tempat bisa menimbulkan penularan virus nantinya," ungkap Shinta Ratri ditemui di ponpes miliknya, Senin (8/6/2020).
Kegiatan agama, lanjut Shinta dilakukan pada hari Minggu dan Senin. Hari Minggu untuk pembelajaran Al-Quran sementara Senin untuk waria yang masih dalam tahap pembacaan iqro'.
"Tak dipungkiri memang kami masih banyak belajar. Aktivitas sebelum ada wabah, tiap Minggu dan Senin tempat ini selalu ramai dengan pembelajaran agama. Sekarang aktivitasnya dilakukan secara daring," jelas Shinta.
Ponpes yang dibangun pada 2014 ini telah memiliki 42 santri. Mereka secara intensif berusaha untuk bisa berbaur dengan masyarakat termasuk mengisi ilmu agama dan juga pengetahuan.
Baca Juga: Satu Warga Gunungkidul Positif COVID-19, Klaster Baru Muncul di DIY
"Bagi saya mereka ini tidak bisa memilih untuk menjadi pria atau wanita. Jadi dia lahir sebagai laki-laki namun memiliki kodrat sebagai perempuan. Beberapa orang atau keluarga tidak bisa menerima dengan keadaan mereka sehingga para waria ini memilih pergi. Konflik ini yang berbahaya, dia kehilangan banyak termasuk budi pekerti mungkin, dan terutama kehilangan agama. Maka dari itu saya membangun ponpes ini agar mereka tetap pada jalur agama yang mereka anut," ungkap dia.
Stigma sebagai transgender sudah melekat pada masing-masing santri dan tak banyak orang yang memahami keadaan mereka. Meskipun mereka belajar agama sekalipun masih ada pandangan lain bahkan negatif dari masyarakat.
"Hal itu tak bisa dipungkiri masih ada stigma yang memandang berbeda tentang kami. Namun dari komunitas yang ada di ponpes ini kami terus mendorong mereka untuk berakhlak dan berbaur dengan warga lainnya. Hal itu pasti sulit. Namun ketika berlaku baik di lingkungan tempat kita hidup, banyak hal yang bisa menerima kami apa adanya," terang dia.
Pelajaran agama yang dibahas bermacam-macam. Mulai dari Fiqih, Bulughal Maram serta pelajaran agama lain.
"Kami mendapat pelajaran untuk menguatkan agama kami masing-masing. Waria yang berkeyakinan muslim dibimbing oleh enam ustad yang secara bergantian mengisi materi," kata dia.
Shinta menjelaskan, waria berkeyakinan Kristen-Katolik juga mendapat bimbingan keagamaan. Ia menuturkan sejak satu tahun lalu pihaknya telah bekerjasama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW).
Berita Terkait
-
Jleb! AV Tusuk Dada Fajri saat Mabuk Bareng: Dia Bicarakan Istri Saya
-
Wabah Corona, Omzet Penjual Ikan Hias Kulon Progo Meningkat 75 Persen
-
Banting Stir dari Driver Online, Arif Sukses dengan Angkringan Empon-empon
-
Cerita Wiwik, Guru SD Asal Madiun yang Ikut Wisuda Abdi Dalem Yogyakarta
-
Polisi Duga Perselisihan Antar Pelajar Dibalik Aksi Penganiayaan di Sleman
Terpopuler
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- Pemain Arsenal Pilih Bela Timnas Indonesia Berkat Koneksi Ayahnya dengan Patrick Kluivert?
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
- Setajam Moge R-Series, Aerox Minggir Dulu: Inikah Wujud Motor Bebek Yamaha MX King 155 Terbaru?
- Cara Membedakan Sepatu Original dan KW, Ini 7 Tanda yang Harus Diperiksa
Pilihan
-
Data Pribadi RI Diobral ke AS, Anak Buah Menko Airlangga: Data Komersil Saja!
-
Rafael Struick Mandul, Striker Lokal Bersinar Saat Dewa United Gilas Klub Malaysia
-
5 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon Kuat untuk Gaming, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED untuk Gaming, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Vietnam Ingin Jadi Tuan Rumah Piala Dunia, Tapi Warganya: Ekonomi Aja Sulit!
Terkini
-
Geger Beras Oplosan di Gunungkidul? Ini Fakta Sebenarnya
-
Magma Kaya Potasium: Ancaman Kaldera Tersembunyi? UGM Teliti Evolusi Gunung Api di Indonesia
-
Bantul Jadi Kampung Perikanan Nasional: Ini Strategi Jitu Dongkrak Ekonomi Desa Lewat Ikan
-
Di Balik Jeruji Besi, Asa di Hari Anak: Remisi & Momen Haru di LPKA Yogyakarta
-
Yogyakarta Gandeng Korporasi Lawan Stunting: Ratusan Balita Jadi Prioritas