SuaraJogja.id - Di tengah pandemi COVID-19, pemilihan kepala daerah (pilkada), termasuk di tiga kabupaten DIY -- Bantul, Sleman, dan Gunungkidul -- tetap akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang. Namun, wacana pilkada yang bersih dari money politic atau politik uang tampaknya masih jauh dari harapan publik.
Sebab, fenomena togel politik disinyalir masih saja terjadi di pilkada kali ini. Penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan pilkada pun disebutkan sudah terlihat meski pemilihan bupati dan wakil bupati belum dilaksanakan.
"Keluhan yang paling sering kita temukan adalah bagaimana anggaran publik digunakan untuk keuntungan politik dari peserta pilkada dengan cara mengalihkan anggaran untuk keperluan politik, termasuk mendapatkan dukungan dan membeli suara rakyat. Ini namanya politik togel atau politik gentong babi," ungkap pengamat politik sekaligus Dosen Tata Pemerintahan Fisipol UMY Bambang Eka Cahya dalam diskusi "Pengawasan Anggaran Pemerintah yang Rawan dimanfaatkan untuk Kepentingan Pilkada" di Taru Martani Jogja, Sabtu (29/8/2020).
Bambang mencontohkan, banyak baliho ditemui di sejumlah titik yang memasang foto peserta pemilu, khususnya petahana, meski saat ini belum masa kampanye. Mengatasnamakan program atau kebijakan pemerintahan, anggaran publik dimanfaatkan demi kepentingan politik.
Sayangnya, tidak ada aturan resmi, termasuk Undang Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang bisa menindak pelanggaran tersebut. Sebab, kata Bambang, UU tersebut tidak mengatur tentang pelanggaran penyalahgunaan anggaran publik demi kepentingan politik. Celah hukum dan wilayah gelap semacam itu kemudian banyak dimanfaatkan para peserta pilkada.
Bawaslu maupun KPU pun juga tidak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka bekerja pada tataran tata kelola, bukan tata kuasa.
Akibatnya, selain penyalahgunaan anggaran publik, Bambang melanjutkan, politik uang dari para penyandang dana demi memuluskan calonnya dimungkinkan masih akan terjadi pada pilkada nanti.
"Wilayah gelap yang tidak diatur ini menarik untuk dimanfaatkan oligarki untuk menyandang dana peserta pilkada dengan deal-deal politik bila jadi," tandasnya.
Karenanya, menurut Bambang, bila ingin membuat pilkada bersih, tata kelola pemilu harus benar-benar diperbaiki, begitu pula tata kelola kuasa untuk memperbaiki potensi sumber- sumber dana politik.
Baca Juga: Pamit Mundur, Sutrisna Wibawa Berhenti Jadi Rektor UNY
Yang tidak kalah penting, lanjutnya, Aparatur Sipil Negara (ASN) pun harus bertindak netral dengan tidak membela peserta politik sekalipun atasan di pemerintahan. Apalagi, persoalan ketidaknetralan ASN ini masih kerap ditemukan dalam pilkada-pilkada.
"Selama titik gelap tidak dibongkar, maka makin besar politik dikontrol dan dikendalikan oligarki karena punya uang. Parpol hanya jadi alat politik, tidak lebih dari itu. Kasihan para kadernya yang membangun kapasitas diri sejak awal bisa digantikan posisinya oleh oligarki yang punya uang," tandasnya.
Sementara, Ketua Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masthuri mengungkapkan, potensi penyalaggunaan anggaran publik masih akan terjadi pada pilkada nanti. Modus mendompleng anggaran publik tanpa proses pembahasan, kata dia, sudah terlihat saat ini dengan banyaknya baliho-baliho yang menyosialisasikan berbagai program oleh peserta pilkada.
"Melihat pilkada di era normal saja potensi penyalahgunaan dana publik besar, apalagi di masa pandemi ini. Kunjungan dan safari juga menjadi bentuk maladministrasi karena bisa menjadi kampanye terselubung," tandasnya.
Selain safari, pemberian bantuan sosial (bansos) yang menggunakan dana publik pun bisa dimanfaatkan peserta pilkada demi kepentingan politiknya. Modus ini tidak hanya bisa dilakukan petahana, melainkan juga non-petahana kepada para pendukungnya.
"Tidak ada harapan besar akan adanya perubahan dalam pilkada nanti sebelum tata kuasa diatur dan UU politik diatur. Tanpa itu, maka yang diharapkan pilkada yang baik hanyalah sia sia. Upaya Bawaslu maupun KPU pun seperti menggarami lautan atau melukis langit," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Pamit Mundur, Sutrisna Wibawa Berhenti Jadi Rektor UNY
-
Profil Immawan Wahyudi, Nyabup Ditinggal PAN di Pilkada Gunungkidul 2020
-
Profil Suharsono, Nyalon Bupati Periode Kedua di Pilkada Bantul 2020
-
Golkar Merapat ke Koalisi Pendukung Sri Muslimatun di Pilkada Sleman 2020
-
Anak Muda Ikut Nimbrung Dalam Politik Dinasti Pilkada Serentak 2020
Terpopuler
- Usai Jokowi, Kini Dokter Tifa Ungkit Ijazah SMA Gibran: Cuma Punya Surat Setara SMK?
- 8 Promo Kuliner Spesial HUT RI Sepanjang Agustus 2025
- Jay Idzes Pakai Jam Tangan Rolex dari Prabowo saat Teken Kontrak Sassuolo
- Kumpulan Promo Jelang 17 Agustus 2025 Rayakan HUT RI
- Gibran Cuma Lirik AHY Tanpa Salaman, Sinyal Keretakan di Kabinet? Rocky Gerung: Peran Wapres Diambil
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Murah Stylish Tanpa Modif untuk Anak Muda, Lengkap Estimasi Pajaknya
-
Bupati Pati Bisa Susul Nasib Tragis Aceng Fikri? Sejarah Buktikan DPRD Pernah Menang
-
4 Rekomendasi Tablet Murah untuk Main Game Terbaru Agustus 2025
-
Api Perlawanan Samin Surosentiko Menyala Lagi di Pati, Mengulang Sejarah Penindasan Rakyat
-
4 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon Gahar, Harga mulai Rp 2 Jutaan Terbaru Agustus 2025
Terkini
-
Update Kasus Mbah Tupon: Polda DIY Serahkan 6 Tersangka Mafia Tanah ke Kejaksaan Tinggi
-
Mortir Jumbo Diledakkan di Sleman, Bagaimana Dampaknya ke Gunung Merapi?
-
Dosen di Jogja Jadi Tersangka Korupsi Kakao Fiktif: UGM Angkat Bicara
-
Pasca Pembongkaran Kawasan Lempuyangan, Keraton Yogyakarta beri Kekancingan ke PT KAI
-
Program Makan Bergizi Gratis 'Gagal Total'? Kasus Keracunan Berulang di Jogja, JCW: Hentikan Sekarang Juga