SuaraJogja.id - Keberadaan rumah Jawa jenis Joglo di Gunungkidul makin sulit ditemukan. Hal itu lantaran perkembangan zaman makin modern, sehingga mendorong masyarakat membangun rumah dalam bentuk yang modern.
Joglo dikenal sebagai rumah tradisional di tanah Jawa. Bentuknya khas, di mana di bagian tengah ada soko atau tiang-tiang penjaga. Soko tersebut menyangga bagian tengah joko yang berupa kayu-kayu ditumpang tergantung pada keinginan pembuatnya. Pada bagian bawah soko ada ompak atau slop untuk menghindarkan goyangan akibat gempa bumi.
Seperti halnya di Kalurahan Ngloro, Kapanewon Saptosari, masih terdapat sekitar 40% rumah Joglo yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat. Bahkan, terdapat enam unit rumah Joglo yang mendapat penghargaan dari pemerintah serta mendapat dana stimulan dari Dana Keistimewaan.
Keberadaan rumah joglo di Kalurahan Ngloro tersebut tak lepas dari keluarga Karyo Setiko. Warga asli Kalurahan Ngloro ini telah mewarisi 11 anaknya dengan bangunan joglo kuno lengkap dengan bangunan tradisional lainnya berbentuk limasan atau Omah (rumah kampung).
Baca Juga: Uniknya Kampanye para Peserta Pilkada Gunungkidul, Ada yang Datangi Hajatan
Salah satu anak dari Karyo Setiko adalah Supardi Wiyono (68), yang kini tinggal di Pedukuhan Gebang, Ngloro. Lelaki ini masih tinggal di rumah Joglo berukuran 27x18 meter warisan dari Karyo Setiko. Joglo yang ia tinggali telah mendapat pengakuan dari pemerintah dengan predikat cagar budaya.
Hal tersebut dikarenakan, segala macam unsur yang ada pada rumah itu dianggap bahan kuno. Sebab, kayu-kayu jati yang digunakan merupakan kayu dengan usia lebih dari ratusan tahun lamanya. Selain itu, bentuk rumah juga tidak pernah berubah dan menjaga keaslian yang ada.
Supardi mengatakan, predikat cagar budaya itu didapatkan pada tahun 2008 silam. Dengan berbagai proses pengecekan yang dilakukan oleh petugas, akhirnya dirinya mendapat piagam dari Gubernur DIY. Segala macam kerusakan dan upaya pelestarian mendapat dana stimulan dari pemerintah. Dana yang diterima kala itu mencapai Rp5 juta.
"Ada beberapa kali pengecekan dan penelitian. Dari puluhan rumah yang ada pertama kali yang lolos merupakan rumah saya ini," ujar Supardi Wiyono, Rabu (14/10/2020), ketika ditemui di rumahnya.
Supardi menceritakan, rumah yang ia huni berdua dengan istrinya tersebut merupakan warisan dari orang tua dan neneknya. Pada sekitar tahun 1970 silam rumah Joglo itu dipindahkan dari tempat semula yang jaraknya tidaklah begitu jauh.
Baca Juga: Pedagang Angkringan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Pelaku Pelanggan Lama
Kemudian hingga sekarang ini, rumah tersebut masih terus dilestarikan olehnya. Terdapat 2 bangunan rumah Joglo di rumahnya itu. Satu bangunan rumah limasan dan 1 lagi jenis kampung.
"Semua masih asli, kalau menurut saya semakin lama justru kontruksinya semakin kuat. Asal tidak terkena air hujan saja aman tidak akan rapuh atau rusak," ucap dia.
Untuk merawatnya pun cukup mudah, hanya sesekali dibersihkan dari sawang [sarang laba-laba] atau kotoran-kotoran lainnya. Rumah itu secara keseluruhan masih asli dan kuno, turunan dari neneknya terdahulu. Bahkan lantainya pun juga tidak pernah diganti, hanya dari bebatuan yang sudah ada.
Ia sadar, joglo-joglo kuno milik keluarga besarnya banyak diburu para kolektor. Bahkan salah satu rumah Joglo miliknya pernah ditawar oleh seseorang dengan harga Rp230 juta, tetapi meski ditawar dengan harga cukup tinggi itu, ia tidak bergeming. Pasalnya rumah itu merupakan warisan, dan ia telah sepakat akan melestarikan cagar budaya bersama dengan pemerintah.
Rumah Joglo yang telah mendapat penghargaan dari Kemendikbud dan Pariwisata tahun 2011 lalu adalah rumah tradisional milik Mujono di Pedukuhan Gebang RT 16 RW 04, Kalurahan Ngloro.
Anak Mujono, Nur Isti Khomariyah (29,) menuturkan, rumah berukuran 26 x 12 meter persegi tersebut berdiri di atas tanah 1.191 meter persegi dan menghadap ke arah selatan. Rumah tersebut terdiri dari 5 rumah dengan bentuk dan fungsi yang berbeda.
Berita Terkait
-
Uniknya Kampanye para Peserta Pilkada Gunungkidul, Ada yang Datangi Hajatan
-
Pedagang Angkringan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Pelaku Pelanggan Lama
-
Gegara KTP Palsu, Hubungan Asmara Terlarang Polisi Gadungan Ini Terbongkar
-
Joglo Citakan Piyaman, Melongok Saksi Bisu Berdirinya Gunungkidul
-
Ritual Unik Warga Nglindur Usir Covid-19, Gelar Rasulan dan Buang Sukerto
Terpopuler
- Pencipta Lagu Tagih Royalti ke Penyanyi, Armand Maulana: Padahal Dulunya Memohon Dinyanyikan
- Beda Timnas Indonesia dengan China di Mata Pemain Argentina: Mereka Tim yang Buruk
- Riko Simanjuntak Dikeroyok Pemain Persija, Bajunya Hampir Dibuka
- Simon Tahamata Kasih Peringatan Program Naturalisasi Pemain Timnas Indonesia Terancam Gagal
- Ketegaran Najwa Shihab Antar Kepergian Suami Tuai Sorotan: Netizen Sebut Belum Sadar seperti Mimpi
Pilihan
-
Cinta Tak Berbalas! Ciro Alves Ingin Bertahan, Tapi Persib Diam
-
Kronologis Anak Kepsek di Bekasi Pukul Siswa SMP Gegara Kritik Dana PIP
-
LG Mundur, Danantara Investasi di Proyek Baterai Kendaraan Listrik Bareng CATL
-
Profil Pembeli SPBU Shell di Seluruh Indonesia: Citadel dan Sefas
-
Bareskrim Nyatakan Ijazah SMA dan Kuliah Asli, Jokowi: Ya Memang Asli
Terkini
-
Moratorium Hotel Sumbu Filosofi Diberlakukan, PHRI Desak Penertiban 17 Ribu Penginapan Ilegal
-
Kelanjutan Soal Besaran Pungutan Ekspor Kelapa, Mendag Ungkap Hal Ini
-
Kabupaten Sleman Diganjar ANRI Award, Bupati Ungkap Strategi Jitu Pelestarian Arsip
-
UMKM di Indonesia Melimpah tapi Lemah, Mendag: Kebanyakan Ingin Jadi Pegawai
-
Koperasi Merah Putih Didukung, Peneliti Fakultas Peternakan UGM Ingatkan Ini agar Tak Sia-sia