Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 14 Oktober 2020 | 18:18 WIB
Penampakan salah satu rumah joglo di Gunungkidul yang masih terjaga keasliannya - (SuaraJogja.id/Julianto)

Nur mengatakan, rumah paling belakang berbentuk limasan memiliki cagak atau tiyang 14 cm. Rumah limasan tersebut berukuran 18×12 meter persegi dengan tiang setinggi 3,10 meter dan sekelilingnya berdinding kayu atau sering disebut gebyok.

"Di bagian belakang ini berfungsi tempat tidur ayah saya Mujono. Di dalamnya ada Gladak atau kotak berukuran 1,5 x2,5x1,25 meter yang berfungsi sebagai tempat menyimpan gabah hasil panenan," terangnya.

Rumah limasan bagian tengah merupakan warisan dari canggahnya, yaitu So Setiko. Namun tahun berapa diturunkan ke kakeknya Kromo Sentono ia tidak memahami, dan tahun 1952 kemudian diwariskan ke Wiryo Sentoro atau bapak dari Mujono, 1980 kepada Wiryo Sentono. Karena Mujono 'disendirikan', maka limasan tersebut didirikan Padukuhan Gebang tahun 1991.

Rumah paling depan berbentuk Joglo Tumpang 5 dan merupakan warisan yang sama dengan rumah paling belakang. Ukuran soko tiangnya adalah 15 cm dengan luas 12 x 9 meter persegi dan tinggi 3,5 meter.

Baca Juga: Uniknya Kampanye para Peserta Pilkada Gunungkidul, Ada yang Datangi Hajatan

Pemilik rumah, Mujono, mengaku sebenarnya tidak begitu sulit merawat rumah tua tersebut. Untuk membersihkan dinding kayu kuno tersebut memang membutuhkan ramuan khusus. Dan sejak turun temurun, keluarga ini memiliki ramuan berupa cengkeh dicampur dengan tembakau direndam dalam air bersama gedebog (batang) pisang.

"Merendamnya tiga hari tiga malam. Biar mengendap dulu,"paparnya.

Ramuan tersebut lantas diusapkan ke dinding kayu yang sudah dipelitur tersebut. Hasilnya, selain awet dan bersih, dinding kayu yang sudah diusap rendaman tersebut menjadi semakin bersinar dan aslinya sangat tampak. Dan untuk lantai cukup disapu tiap 3 hari sekali.

Karena leluhurnya telah melaksanakan laku prihatin dengan membangun belasan Joglo untuk keturunan mereka, Mujonopun meniru leluhurnya. Ia kini juga mengumpulkan joglo-joglo lain di rumahnya. Bulan lalu, ia baru saja memindahkan dan mendirikan joglo milik besannya ke kompleks joglo miliknya.

Terpisah, Kepala Desa Ngloro Heri Yuliyanto mengatakan, di wilayah yang berada di bawah kepemimpinannya itu, beberapa waktu lalu terdapat 6 yang mendapat predikat cagar budaya. Dimana tersebar di Padukuhan Gebang, Pringsurat, Karangnongko dan beberapa lainnya. Hal itu disambut baik oleh pemerintah desa, pasalnya dengan demikian tingkat jual beli rumah Joglo dapat ditekan.

Baca Juga: Pedagang Angkringan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Pelaku Pelanggan Lama

"Ini merupakan potensi yang dimiliki, sebagian besar warga sini sudah sadar untuk melestarikannya. Kami sangat mendukung tentunya, ada puluhan yang dinilai, namun baru 6 yang lolos," ucap dia.

Load More