Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 03 November 2020 | 21:10 WIB
Seorang petugas yang menjajal mesin pompa air konversi Bahan Bakar Mintak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG), di Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP), Selasa (3/11/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Republik Indonesia memberikan 500 unit paket mesin pompa air konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) kepada para petani di Bantul.

Kepala Seksi Pengadaan Pembangunan Infrastruktur Migas, Kementerian ESDM, Mariani mengatakan, selain lebih menghemat ongkos produksi penggunaan bahan bakar gas untuk mesin pompa air dinilai lebih ramah lingkungan. Konversi mesin pompa ini bukan hal baru karena memang sudah pernah diuji coba sejak 2019 lalu.

"Pilot project-nya sudah sejak 2019, saat itu hanya ada 1.000 paket saja. Melihat hasilnya yang baik tahun ini kita adakan lagi dengan total mencapai 10.000 paket yang nanti dibagikan ke nelayan dan petani di 24 kabupaten/kota se-Indonesia," ujar Mariani kepada awak media, saat mendistribusikan paket konversi BBM ke BBG untuk mesin pompa air di Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP), Selasa (3/11/2020).

Disampaikan Mariani, berdasarkan testimoni para petani yang sudah menjajal mesin tersebut penggunaan mesin pompa itu bisa memangkas ongkos produksi. Hal ini sangat diapresiasi oleh para petani karena bisa lebih menghemat dengan menggunakan mesin pompa berbahan bakar gas.

Baca Juga: Wisata Alam Lereng Merapi Masih Jadi Kegiatan Favorit Wisatawan di Jogja

"Bisa lebih hemat sampai sekitar 50 persen," ucapnya.

Dipaparkan Mariani, dari satu tabung gas berukuran 3 kilogram dapat digunakan untuk menghidupkan mesin pompa air selama 7-8 jam. Hasil itu jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan pengoperasian bahan bakar minyak.

"Kalau pakai BBM, dengan waktu yang sama sekitar 7-8 jam butuh BBM sebanyak 7-8 liter. Artinya memang gas bisa jadi lebih hemat,"  paparnya.

Menurut Mariani, konversi penggunaan bahan bakar gas ini juga dapat dimaknai sebagai sebuah program terkait dengan diversifikasi atau penganekaragaman energi. Diharapkan dengan adanya diversifikasi dan hadirnya alat baru ini petani bisa lebih memaksimalkan potensi yang ada.

Sementara itu, Komisi VII DPR-RI, Gandung Pardiman, menuturkan konversi ini dapat menjadi solusi para petani di Bantul selama ini yang mengeluhkan biaya operasional. Ia menguraikan jika kesejahteraan petani bisa bertambah 0,9 persen saja maka pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipastikan dapat naik 1 persen.

Baca Juga: Diresmikan 10 November, KRL Jogja-Solo Bakal Beroperasi sejak Subuh

"Dengan adanya konversi ini biaya produksi pertanian yang harus dikeluarkan petani menjadi rendah atau bisa diminimalisir. Saya berharap bantuan ini didistribusikan dengan tepat dan tidak salah sasaran," tegasnya.

Gandung menegaskan, tahun depan komisinya akan terus mendorong pengadaan alat tersebut. Targetnya kata Gandung, sekitar 50 ribu paket se-Indonesia.

"Tahun depan targetnya ada sekitar 50an ribu paket untuk se-Indonesia. Khusus untuk di DIY target bisa dapat 2.500 paket. Nantinya kabupaten/ kota masing-masing mudah-mudahan dapat 500 unit," tandasnya.

Sementara itu Assek II Setda Bantul, Bambang Guritno menambahkan dampak pandemi Covid-19 di Bantul dirasakan hampir oleh semua pihak. Bahkan pandemi Covid-19 juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang terjun hingga 20 persen pada sektor pertanian.

Permasalahan lain yang dialami oleh pertanian di Bantul adalah berupa penyusutan lahan pertanian. Tercata pada tahun 1990 terdapat lahan subur sebanyak 16.800 hektare namun saat ini tinggal tersisa 12.800 hektare lahan subur di Bantul.

"Lahan pertanian semakin menyusut, generasi muda enggan melanjutkan bertani ini masalah yang dihadapi saat ini. Semoga dengan ini bisa jadi momentum kebangkitan juga," kata Bambang.

Load More